RSS

Hujan yang baru


Ada hujan yang luput dari mata…
Tak ada lelehan dingin yang membekukan otak
Kerasionalan
Tinggalkan yang memang tidak bisa ditunggu
Tinggalkan yang memang tidak bisa ditunggu
Ada rencana lain yang lebih indah
Nikmati saja
Hujan yang kini menghangat
Alunan irama jendela yang berubah
Bau tanah yang harum
Tidak perlu sebuah kerasionalan dan keterbukaan
Biarkan tetap tidak rasional dan butaa
Karena ini yang harus ditinggal
Tinggalkan luka-luka yang pernah ada
Tinggalkan saja

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Saya

seiring waktu yang berjalan, sungguh saya tak ingin ikut tergerus

tapi ternyata memang saya wanita biasa

katakan kau ada, sungguh aku tak ingin ikut

tapi memang saya wanita biasa

sebuah pelajaran indah

saya tidak sempurna


kembalilah
ke awal

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SHARE CERITA : Sebenarnya apakah aku orang ketiga ?

Aku pernah punya seorang teman yang begitu sabar, seorang wanita yang menurutku sangat kuat, seorang istri yang seakan tanpa cela, aku anggap dia wanita panutanku. Hidupnya penuh keceriaan, tawanya begitu renyah. Bahkan terkadang aku berpikir hidupnya indah tanpa cela, hingga suatu hari aku menyadari sesuatu, segalanya tak seindah yang aku liat, ada air mata yang tertutup senyum. Yang membuatku begitu mengaguminya, dialah Istri yang seharusnya....

Hal ini dimulai dari suatu pertemuan sore, ada sedikit wajah murung yang terlihat dari raut wajahnya, aku mengira mungkin karena setelah setahun pernikahan tapi dia tak kunjung hamil, tapi ternyata bukan itu.

Sebuah percakapan singkat membuka mataku, dialah wanita... dia ternyata perempuan biasa... tapi dia seorang muslimah terkuat yang pernah aku kenal..

“Inna, aku ini kalo orang bilang sedang menjalani long distance relationship lho, aku sekolah dimana si papi dimana”

Aku tersenyum, tumben si mbak ini cerita soal cinta2an gini. Papi ini merupakan panggilan sayangnya untuk suami tercinta. Memang mereka hidup berjauhan, tapi aku merasa kehidupan mereka mesra-mesra aja seakan menjadi top couple gitu.

“Terkadang tahu banyak itu salah, bersikap dewasa itu menyiksa, dan menjadi bijaksana itu seolah salah”

Aku melihat ke arah mbak ini, dan menatapnya, usianya masih cukup muda, riasan tipisnya mempercantik aura kecantikan dari wajahnya tapi ada mendung dalam tatapannya.

“Terkadang aku merasa menjadi wanita bodoh yang selalu diam dan seakan tidak tahu apa-apa”

“Aku memang tidak sempurna, sebenarnya apa yang harus aku perbaiki? Kalau tidak pernah ada keluhan?”

Aku hanya terdiam, dalam pikiranku mulai ada pikiran-pikiran negativ. Ada apa sebenarnya? Aku mengenal dekat dengan mbak ini, tapi baru kali ini aku melihat ada kegalauan dalam dirinya, setelah 20 tahun aku mengenalnya.

“Inna, sebenarnya apakah aku orang ketiga dalam hubungan itu? Atau dia orang ketiga dalam pernikahanku? Sedangkan aku merasa diam dan tak tahu apa-apa adalah yang terbaik?”

Semua makin jelas, aku beranikan bertanya

“Mbak, apa mas mulai ‘nakal’?”

Ada kaca yang bergoyang di matanya

“Bukan mulai, tapi dari awal aku sudah tahu”

Ah...

Bertahun-tahun si mbak ini tahu, tapi dia diam. Dia tidak menuntut kepada si mas, dia hanya diam, menjadi istri yang berbakti. Menutup keluhannya, mengubur cemburunya, ada hati yang tersayat, benar itu hatiku.

“Aku kurang apa ya Inna? Bahkan aku dikalahkan oleh anak SMA!”

“Bayangkan itu anak SMA!!!”

Ada lelehan air mata yang mulai mengalir

“Dan aku bersikap seolah-olah aku tidak tahu apa-apa, aku orang bodoh yang dibohongi, bukan karena apa, tapi aku takut masa depan papi terganggu, aku takut kehormatannya tercoreng, aku takut keluhanku, cemburuku dan amarahku hanya menjadi sandungan”

Aku terhenyak, cukup jangan menyakiti hatimu sendiri mbak aku berteriak dalam hati.

“Kamu tahu kan papi itu siapa? Dan apa jadinya jika aku bicara? Jika aku marah? Apa kata keluarga? Apa kata orang?”

Ya aku tahu, bahkan pada awalnya aku mengira si mbak ini wanita paling beruntung di dunia bisa bareng mas itu.

“Tapi aku sudah cukup bahagia Inna”

Bahagia dengan apa mbak? Bahagia dengan apa? Pengkhianatan? Dan kamu Cuma diam, seakan gak ada apa-apa? Apa kamu wanita normal mbak?

“Dia mungkin tidak mengkhianatiku Inna, mungkin aku yang menghalangi masa bahagianya, setidaknya mereka tidak berjalan sejauh itu”

Dia melihat ke arah jari tangannya, cincin manis melingkar indah

“Setidaknya, akulah istrinya dan dia mengatakan dia mencintaiku”

Si mbak itu menghapus air mata yang meleleh, dia tersenyum. Seakan kembali tegar, seakan dia tidak tahu apa-apa, dia mengubur cemburu lebih dalam dari samudra, dia memendam amarah ke inti bumi. Dia kembali bertopeng.



Percakapan sore itu membuka pikiranku, itukah istri yang seharusnya? Menjaga kehormatan suaminya? Ada ketakutan, ya aku takut menjalin suatu ikatan. Karena aku takut tidak bisa menjadi wanita yang seperti itu, yang mungkin justru akan menjerumuskanku pada rasa sakit atau mungkin ucapan perpisahan. Tidak!!! Aku tidak pernah ingin merasakan itu. Aku takut, kini aku tak hanya melihat laki-laki hanya dari gaya alimnya, gaya sok pintarnya. yang kadang itu hanya bullshit. dan kelakuannya sama aja.
Mungkin ini buka kisah satu-satunya di dunia ini, mungkin ada ribuan wanita yang berhati tegar yang memiliki iman teguh.

Aku menatap nanar cincin yang melingkar di jari manisnya, indah
Aku berdoa
“Semoga kau bahagia mbak, Allah Maha Adil,”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Suatu Hari

Pada suatu hari yang cerah dalam balutan cahaya mentari yang begitu hangat

Kita berdiri berjauhan dalam kisaran amarah

Terbatasi oleh perbedaan,  bertengkar karena emosi

Ahhhh

"Allaahu Akbar"

berhenti!!! Jangan kau nodai TAKBIR itu dengan pertumpahan darah

yang bahkan mengalir dari pembuluh darah saudara-saudaramu sendiri!!!

Tangis air mata itu hanya akan mengalir sia-sia

Ibu-ibu di jalanan meratapi kematian anak mereka

hanya karena ego, ketidak pahaman dan hati yang mengeras

Jangan menodainya, seakan kita semua sama.

karena aku dan kamu berbeda

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

AYAH



Coba sejenak kau lihat raut kelentihan dari wajah ayahmu, helai rambut yang memutih di kepalanya dan kau akan melihat betapa ayah, bapak atau papamu selalu menyayangimu dan menjagamu. Dan dibalik ketidaknyamananmu ada sebuah cinta yang selalu menjadi pelindungmu. Coba kau katakan sekali saja, ” Aku sayang sama ayah, bapak, papa. ” , kau akan melihat guratan senyum kebahagiaan dari raut bibirnya yang mungkin tidak pernah kau lihat sebelumnya. “


Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja diperantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya…..

Akan sering merasa kangen sekali dengan Mamanya. Lalu bagaimana dengan Papa ?

Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari, tapi tahukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk menelponmu ?
Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Mama-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Papa bekerja dan dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan pada Mama tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian ?

Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil.
Papa biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda.
Dan setelah Papa mengganggapmu bisa, Papa akan melepaskan roda bantu di sepedamu…
Kemudian Mama bilang : “ Jangan dulu Papa, jangan dilepas dulu roda bantunya ” , Mama takut putri manisnya terjatuh lalu terluka.


Tapi sadarkah kamu?
Bahwa Papa dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.


Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama menatapmu iba.
Tetapi Papa akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang”
Tahukah kamu, Papa melakukan itu karena Papa tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi ?


Saat kamu sakit pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata : “Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!”.
Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut.
Ketahuilah, saat itu Papa benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.


Ketika kamu sudah beranjak remaja.


Kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin keluar malam, dan Papa bersikap tegas dan mengatakan: “ Tidak boleh !”. Tahukah kamu, bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu ? Karena bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sangat – sangat luar biasa berharga.
Setelah itu kamu marah pada Papa, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu.
Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Mama.
Tahukah kamu, bahwa saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya,
Bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu, tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu?


Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Papa akan memasang wajah paling cool sedunia. Papa sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu. Sadarkah kamu, kalau hati Papa merasa cemburu?


Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya. Maka yang dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir. Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut – larut. Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Papa akan mengeras dan Papa memarahimu.


Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Papa akan segera datang ?
“Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa.”


Setelah lulus SMA, Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur.
Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata – mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti. Tapi toh Papa tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Papa


Ketika kamu menjadi gadis dewasa.
Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain.
Papa harus melepasmu di bandara.
Tahukah kamu bahwa badan Papa terasa kaku untuk memelukmu ?
Papa hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini – itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati.
Padahal Papa ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat.
Yang Papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang”.
Papa melakukan itu semua agar kamu KUAT…. kuat untuk pergi dan menjadi dewasa…


Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Papa.
Papa pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.
Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Papa tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan.


Kata-kata yang keluar dari mulut Papa adalah : “ Tidak…. Tidak bisa ! ”
Padahal dalam batin Papa, Ia sangat ingin mengatakan “ Iya sayang, nanti Papa belikan untukmu ”.
Tahukah kamu bahwa pada saat itu Papa merasa gagal membuat anaknya tersenyum?


Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana.
Papa adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
Papa akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “ Putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang ”


Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Papa untuk mengambilmu darinya.
Papa akan sangat berhati-hati memberikan izin..
Karena Papa tahu.
Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.


Dan akhirnya….


Saat Papa melihatmu duduk di panggung pelaminan bersama seseorang lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Papa pun tersenyum bahagia.
Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Papa pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis ?
Papa menangis karena papa sangat berbahagia, kemudian Papa berdoa.
Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Papa berkata : “ Ya Tuhan tugasku telah selesai dengan baik…. Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik…. Bahagiakanlah ia bersama suaminya…”


Setelah itu Papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk. Dengan rambut yang telah dan semakin memutih.
Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya.
Papa telah menyelesaikan tugasnya.


Papa, Ayah, Bapak kita… adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat. Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis…
Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. . Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa “ KAMU BISA ” dalam segala hal..


Saya mendapatkan notes ini dari seorang teman, dan mungkin ada baiknya jika aku kembali membagikannya kepada teman-teman ku yang lain.


Tulisan ini aku dedikasikan kepada teman-teman wanita ku , yang kini sudah berubah atau akan berubah menjadi wanita dewasa serta ANGGUN, dan juga untuk teman-teman pria ku yang sudah ataupun akan menjadi ayah yang HEBAT !


Yup, banyak hal yang mungkin tidak bisa dikatakan Ayah, Bapak, Papa kita… Tapi setidaknya kini kita mengerti apa yang tersembunyi dibalik hatinya.






sumber : http://livebeta.kaskus.co.id/thread/000000000000000005692407/sosok-seorang-ayah-yang-terlupakansaya-nangis-sendiri-bacanya

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

HALLO HUJAN


“hallo hujan”

“bagaimana kabarmu?”

“ini aku perempuan yang menunggumu lama”

“aku ingin bercerita banyak, sebanyak butiran-butiran air yang membasahi kaca jendela kamarku”

“ingatkah engkau dengan lelaki yang dulu sering datang menemuiku? Yang bahkan menantang basah saat kau turun hanya untuk bertemu denganku?”

“bisakah kau tunjukkan dimana Ia sekarang? Apa ia tetap menungguku di depan pintu seperti dulu? Atau aku pergi dengan sia-sia?”

“hujan, pintuku bukan lagi pintu yang sama seperti dulu, aku sudah berpindah. Bukan karena kau terus menyapaku tetapi aku ingin menghindari lelaki di balik pintu itu, meskipun sebenarnya sudah tidak ada dia lagi di balik pintu”

“hai hujan, apakah kau melihat tangis di mataku atau kau melihat senyum di bibirku? Aku bukan seperti itu. Apa kau bisa melihat aku yang sebenarnya hai hujan?”

“biarkan hujan menghapus kenangan”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

TEMAN


Malam itu aku melihat bulan purnama yang terangnya berbayang, ada awan yang merangkulnya penuh manja.

Siang itu aku melihat mentari, dengan panas yang menyengat, manggayut manja pada sentuhan mentari

Pagi itu aku merasakan dingin dengan hembusan kabut yang menyegarkan kulit ini, membasahi ringkihan-ringkihan kering

Sore itu aku melihat langit dengan hiasan tarian-tarian oranye yang indah, begitu indah hingga aku tak kuasa untuk melihatnya

Hari itu aku mendengar tangis, dari suara angin yang berhembus lembut, seakan tidak ingin bergerak lagi

Saat itu aku melihat kalian, berdiri di ujung jalan, menyapaku, menggandengku, merangkulku, dan kita berjalan bersama meskipun jalan kita berbeda.
Ya
Kita tetap bergandengan
Menuju akhir
Di arah dan jalan yang berbeda

Ketika kita belajar berjalan, maka ada tangan yang membantumu untuk berdiri. Begitupun saat kita belajar bersepeda maka ada tangan yang membantumu untuk seimbang di atas sepedamu. Selalu ada tangan-tangan tulus yang terus membantu. Bayangkan ketika kau awal berada di perantauan, jauh dari keluarga yang selalu melindungimu atau jauh dari teman yang sudah kau kenal sejak kecil. Dunia baru, tanggung jawab yang baru demi tujuan indah yang sudah kau tetapkan. Aku begitu mengingatnya karena saat itu aku bertemu denganmu. Pertemuan yang memang harus terjadi dan aku begitu mensyukurinya. Karena kau memang salah satu hal paling berharga untukku.

Hidup kita begitu bervariasi dengan berbagai peristiwa yang membuat kita semakin dewasa. Masa-masa perkuliahan, ujian, tugas, cinta, senyuman, marah, liburan menjadi bagian dalam kehidupan kita dimana kita saling menyemangati, kita saling berbagi, kita saling bersama, kita saling menguatkan meskipun diri kita begitu lemah, kita saling mengingatkan, kita saling memahami, kita saling mengerti dan terkadang kita saling diam. Teman, sahabat, dan saudaraku......

Ingatkah ketika kau kecewa, ada bayang-bayang amarah yang membuatmu ingin pergi jauh. Tanganmu bergetar, jiwamu mengerut dan ia datang menghampirimu segera, menggenggam tanganmu dengan tulus berharap kekecewaan itu tidak akan melukaimu. Ia menghiburmu hingga seakan menjadi badut dalam tawamu, karena ia pun pernah kecewa sepertimu.
Ingatkah ketika kamu terluka, air mata membanjiri pipimu, ada isak dari bibirmu yang mengiringi tangis. Hatimu seakan remuk, kaupun tidak tahu apakah kau kuat untuk menghadapi luka itu. Ia datang dengan tangis yang lebih keras darimu, hatinya ikut terluka sepertimu dan ia berusaha untuk menguatkanmu meskipun sebenarnya ia tak cukup kuat, karena ia tahu lukamu begitu dalam dan ia tak ingin kau tersakiti.

kita saling menyemangati, kita saling berbagi, kita saling bersama, kita saling menguatkan meskipun diri kita begitu lemah, kita saling mengingatkan, kita saling memahami, kita saling mengerti dan terkadang kita saling diam.

Terkadang aku berpikir, begitu cintanya Allah kepadaku hingga Ia mengirimkan kau kepadaku. Akan selalu kuingat, saat kita berpelukan untuk saling menyembuhkan luka. Akan selalu kuingat saat kita tertawa menertawakan hidup. Akan selalu kuingat saat kita menangis mencurahkan sepi. Tapi kita tidak pernah kesepian karena kita selalu mengisi.

Aku dan kamu seakan saling menyatu, hingga dalam kedipanpun kita bisa saling memahami. Ah indahnya, terkadang aku tak ingin kehilangan waktu itu tetapi memori seakan semakin membelenggu untuk melupakan. Hingga aku mengabadikannya dalam sebuah catatan. Catatan pengamatan kita, aku yang mengamati. Aku yang ingin tahu apa yang sudah kita lewati. Cerita ini tentunya akan berbeda nanti, entah berapa lama lagi kita akan berubah lagi, kita tak tahu perubahan apa yang akan terjadi nanti.

Aku ingin perubahan itu tetaplah merekatkan tangan-tangan kita yang bergandengan.
Aku rindu
Aku rindu
Aku rindu
Senyummu’
Tawamu
Tandamu
Ku rindu
Kau dan aku
J

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

FAMILY

Kau mengajariku untuk berbagi dalam tangis atau tawa
Kau tahu dimana aku akan berlabuh dalam sedih 
Kau tahu akan seperti apa aku jika tertawa
Tidak hanya kau
Tapi selalu ada kau




IBU

Ramadhan kemarin memang begitu banyak pelajaran. Bulan yang selalu dirindukan, bulan penuh rahmat, bulan penuh barokah. Semoga kita dipertemukan lagi tahun depan, aamiin. Pada bulan itu, aku mulai merasakan hampir sebulan penuh jauh dari keluarga di kampung halaman. Memang sengaja aku sedikit menghindari kata “pulang kampung” karena ada hal yang ingin aku pelajari pada bulan itu. Aku ingin belajar jauh dan sendiri dan hasilnya?
Ibu, you are my everything, mungkin memang sejak kecil aku hidup dengan keras yang justru berbeda denganmu. Watakku yang keras kepala dan tidak bisa dibelokkan mungkin membuatmu heran kenapa anakmu bisa menjadi seperti ini. Tapi Ibu, meskipun aku cuek dan seakan aku bisa hidup sendiri, tiap malam aku selalu mendengarkan suaramu mengantarkan tidur, meskipun sejak lama aku kehilangan belaianmu secara nyata tapi aku selalu merasakannya tiap tidur. Anakmu sedang berusaha jauh dari fisikmu Ibu, tapi janganlah kaujauh dari hatiku. Ramadhan kemarin, setiap selelsai shalat malam, ingin aku menelpon hanya sekedar ingin mendengar suaramu ibu tapi aku tahu itu justru akan mengganggu. Engkau sama denganku Ibu, kita sama-sama berusaha kuat untuk terpisah nantinya. Karena kau tahu, suatu saat pasti kau harus merelakanku pergi bersama orang lain.
Ibu, kau rindukan kedatanganku seperti halnya kau rindukan kedatangan anak-anakmu yang lain. Air mata ini selalu menetes setiap kali aku membayangkan betapa kesepianya dirimu di rumah. Anak-anak yang kau besarkan dengan susah payah harus kau relakan untuk pergi sendiri-sendiri. Kau relakan mereka berpetualang menemukan hidupnya. Betapa besar jiwamu! Maafkan aku ibu, atas kecuekanku, atas keras kepalaku, maafkan aku karena meninggalkanmu. Ibu, aku tak bisa menahan tangis ketika malam itu kau menanti kedatanganku di depan pintu rumah, kau tersenyum manis dan memelukku, mengambil tas punggungku yang berat dan menuntunku masuk ke dalam rumah. Kau cium pipiku, keningku dan aku hanya bisa menangis. Kau heran melihatku, kenapa aku menangis, perempuan sepertiku yang kau tahu pantang menangis di depan orang lain. Aku menangis ibu, bukan hanya karena rasa rindu yang begitu menumpuk, tapi juga karena begitu sayangnya aku kepadamu tapi rasa sayang itu ttak seberapa dibandingkan pengorbananku untukku ibu.
Rumah itu lengang, sepi, seperti inikah hari-hari yang kau lewati selama ini? Begitu berdosanya aku kepadamu ibu. Kucium tanganmu yang berkeriput, kupeluk tubuhmu yang begitu mungil, kubisikkan kata-kata indah di telingamu. Aku anakmu selama 20 tahun dan aku baru melakukan ini padamu ibu pada Ramadhan ini. Bukankah bulan ini penuh berkah? Kau belai rambutku ketika tidur, dan kau menceritakan begitu banyak cerita seakan baru menemukan teman cerita. Aku ingin seperti ini selamanya Ibu. Tapi hanya 1 minggu saatku di rumah, bahkan tidak ada satu minggu dan aku harus meninggalkanmu dalam sepi lagi. Hari itu, kau antar aku ke terminal. Tidak! Kau tidak mengantarku masuk, tapi kau bersembunyi di mobil dengan mata berkaca-kaca. Oh ibu, ini pertama kalinya kau perlihatkan masa yang seperti ini. 20 tahun aku hidup denganmu, baru kali ini aku melihatmu berat melepasku, sedangkan sebelumnya kau seakan cuek dengan kepergianku berpetualang.
Maafkan aku ibu, aku tetap tidak bisa sering mengunjungimu. Aku tidak ingin kau melihat betapa lemahnya anakmu ini. Yang sejak kecil sudah kau ajarkan untuk jadi wanita kuat. Ketika masalah datang, aku berdoa semga semua segera terlewati, aku belajar menjadi seperti dirimu ibu, dan aku ingin menjadi ibu sepertimu. Kau wanita terhebat.
Maafkan anakmu yang berpetualang jauh ini
Yang tak pulang karena cemburu
Yang tak pulang karena rindu
Alunan tilawahmu menyertaiku
Aku menyayangimu ibu
Sepenuh hatiku
Meskipun menurutmu aku perempuan keras
Yang seakan bisa hidup tanpamu
Tapi tidak ibu
Aku begitu membutuhkanmu

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Aku..


Aku tidak akan cemburu pada dirimu yang masih kabur, sosok yang aku sendiri tidak tahu siapa

Akan aku kubur cemburu itu dalam kotak besi yang terkunci rapat, bahkan akupun tak akan bisa membukanya

Akan aku lebarkan sayapku yang telah terkoyak ini meskipun aku tidak bisa terbang lagi

Aku akan berlari jauh mendahuluimu dan tak akan menunggumu menyusulku

Akan aku tinggalkan masa lalu seperti engkau meninggalkan luka di kedua sayapku

Jika aku bisa

Kalau memang aku sanggup

Andai aku bisa mengendalikan cemburu seperti aku mengendalikan kedipan mataku

Andai aku bisa melebarkan sayap yang sebenarnya sudah hilang

Andai aku bisa berlari tanpa menoleh ke arahmu

Jika saja masa lalu seperti butiran pasir yang mudah tercerai

Bisakah kau melihat luka? Seperti halnya kau membuat kebahagiaan?

Karena ada jiwa-jiwa yang terus bertasbih untuk kekuatannya

Karena ada kisah-kisah yang memang hanya lara untuk sebuah pengalaman

Karena memang ada jalang-jalan yang berbatu untuk menuju surga

Karena memang ada kesetiaan yang patut dipertanyakan

Lalu aku bisa apa?

Sujudku padaMu tenangkanku, biarkan kisahku melanglang buana

Karena memang kita saling menguatkan





Terinspirasi dari:
“Catatan Hati Seorang .....”
By bunda Asma Nadia
---Gadis Hujan---

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PERBEDAAN



Beberapa waktu yang lalu ketika membantu dalam melakukan pengajaran di sebuah TPA saya begitu kaget ketika ada celetukan dari seorang anak ketika mereka sedang membicarakan sudah berapa hari berpuasa. Anak kecil itu mengatakan kepada anak lain dengan nada yang sinis mengenai suatu golongan “Kowe kan Muhammadiyah” (kamu kan Muhammadiyah). Saya begitu kaget mendengarnya, apalagi perkataan itu disambung dengan deretan kata yang kurang pantas untu perkembangan psikologi anak. Apalagi ketika saat kecil dia dihadapkan pada suatu perbedaan yang menunjukkan bahwa hanya dia yang berbeda dan keadaan sekelilingnya seakan memusuhinya dan tidak terima dengan perbedaan itu.

Hal pertama yang saya pikirkan saat itu adalah salah, ini kesalahan kami orang dewasa yang seharusnya lebih memahami mengenai arti perbedaan itu dan bagaimana bersikap sehingga dapat dijadikan contoh bagi adik-adik atau generasi yang lebih muda. Ah ini benar-benar kesalahan ketika seseorang mengatakan mengenai perbedaan. Hal selanjutnya yang saya pertanyakan adalah memangnya ada ya Islam muhammadiyah? Ada ya Islam NU? Ada ya Islam apa gitu? Karena selama ini yang saya tahu ya hanya ada satu, yaitu ISLAM. Hanya ISLAM gak pake embel-embel lainnya. Trenyuh dan sedih waktu itu ketika saya melihat dan mendengar, anak sekecil itu sudah begitu salah dalam memaknai perbedaan dan kesalahan dalam bersikap. Ini salah, kesalahanku dan generasi sebelumku juga, yang mengajarkan kesalahan. Ingatan saya langsung melayang pada saat saya masih kecil dulu.

Saya hidup dengan keluarga yang berbeda dengan kebanyakan masyarakat sekitar. Dengan cara pandang yang berbeda, dengan perbedaan itu saya terkadang merasakan beban psikologis, apalagi ada yang saling menyalahkan. Kenapa harus saling menyalahkan apabila itu memiliki dasar yang sama yaitu Al-Qur’an dan Hadist? Berjalanlah sesuai dengan keyakinan kita masing-masing. Agamaku Islam. Ya Cuma Islam, Tuhanku Allah, tiada Tuhan selain Allah, nabiku Muhammad. Kita sama bukan? Hanya perbedaan cara pandang terkadang membuatku seakan yang bersalah di sekolah, ketika saya mengemukakan pendapat. Atau saat beribadah. Saya masih single, dimana tanggung jawab masih ada pada Ayahku, saya belum bersuami dan saya masih punya kebebasan dalam mengkaji berbagai hal dengan dasar-dasar yang memang benar. Berbeda! Berbeda! Berbeda! Aku pernah merasakan bagaimana perasaan anak kecil tadi yang diolok oleh teman-teman lainnya. Ada hal yang begitu saya takutkan ketika ia tumbuh dewasa dengan beban dan perasaan tersakiti yaitu ketika ia sudah dewasa maka ia termasuk golongan orang-orang yang mempermasalahkan perbedaan, yang merasa paling benar, karena balas dendam dari masa kecilnya. Hal seperti itu memang benar-benar mungkin terjadi.

Mungkin karena itu saya begitu sensitiv ketika orang lebai mempersoalkan mengenai suatu perbedaan. Meskipun terkadang saya melihat beberapa teman kuliah memiliki cara pandang yang berbeda, dan menyikapi perbedaan itu dengan kurang bijaksana, ada perasaan di hati yang terasa tercabik-cabik dan pertanyaan WHY? WHO ARE YOU? Begitu gampangkah orang mencela saudara seagamanya? Bahkan saya sering sekali mereka saling menyebut kafir dan zionis. Ya Allah, sudah dekat memang kiamat itu, sungguh dekat. Bagaimana tidak, orang saling menunjukkan kelemahannya sendiri tanpa sadar, saling mencela. Saya kurang berilmu, tapi saya merupakan pelaku dan korban juga terhadap sikap kurang dewasa dalam menyikapi perbedaan. Sebenarnya ada apa dengan kita, kita sendiri yang memecah-mecah yang sebenarnya satu. Bahkan anak sekecil itu, yang seharusnya begitu polos bisa mengatakan hal yang seperti itu.

Salahkah pengajaran selama ini?

Salahkah sikap yang ditunjukkan para pemuka itu yang dijadikan contoh banyak orang?

Salahkah menjadi berbeda? Salahkah kita berpikir dengan cara yang berbeda? Toh sumber kita sama, toh dasar kita memang benar?

Saya ingin mengajak para pembaca semua untuk tidak terlalu kaku dalam berpikir, dan merasa bahwa apa yang dilihat hanya itulah kebenaran yang ada. Apakah kita ingin generasi kita nanti saling mengolok untuk suatu perbedaan yang seharusnya merupakan pelengkap. Kelima jari kita berbeda satu sama lain dan memiliki fungsinya masing-masing. Ayolah kita saling menghormati dan bertindak lebih dewasa dalam menyikapi hal seperti ini. Kembalikan semua kepada Allah SWT, bukankah Allah merupakan hakim yang paling adil? Tidak ada keraguan sama sekali.

Sejujurnya saya ingin marah, berontak kepada pendahulu saya yang menyebabkan semua kejadian ini. Memang sifat dasar dari manusia yang memiliki nafsu, yang menjadi penyebab adaya keegoan. Islam adalah rahmatalilalamiin, penuh dengan kasih sayang, kenapa mereka mengajari untuk saling menjatuhkan? Sedangkan kita saudara. Para pemuka yang sosoknya dilihat oleh seluruh dunia, menjadi contoh oleh khalayak, bisakah bersikap dengan kedamaian? Ayolah, jangan biarkan jiwa-jiwa baik yang masih polos itu ternoda dan penuh kebencian hanya karena perbedaan yang sebenarnya tidaklah berbeda. Kita yang membuat parit dalam perbedaan itu sendiri, kita yang membuatnya berbeda, dan kita yang mempermasalahkannya.

----- gadis hujan ----


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

KRITIK : membangun kepribadian dan memajukan cara pandang


Terkadang saya merasa bahwa keadaan yang ada saat ini sudah cukup dan memang seharusnya seperti ini. Keadaan saya sudah seperti ini adanya tetapi ternyata beberapa cara pandang dan kebiasaan saya salah dan perlu untuk dibenahi. Hal yang demikian saya sadari setelah adanya kritik. Sebuah kritik memang terkadang begitu menyanyikatkan bagi kita yang belum pernah dikritik sebelumnya, tetapi sebenarnya kritik merupakan salah satu hal yang dapat membuat kita lebih peka lagi dengan keadaan di sekitar dan membuat pemikiran kita lebih maju dari biasanya.

Beberapa waktu lalu saya memperoleh kritik yang sangat membantu bagi kelancaran kehidupan saya nantinya dan juga semoga membantu dalam kelancaran perjalanan saya menuju surga. (Aamiin). Beberapa kali ketika saya membaca kritik tersebut ada sebuah perasaan yang begitu menggebu. Mengapa saya dikatain seperti itu? Apa yang sudah saya perbuat? Dan berbagai macam pertanyaan muncul di pikiran saya. Hingga akhirnya saya merefleksikan diri, saya melihat kembali ke dalam diri saya. Oh ternyata saya seperti ini, ada yang kurang dari diri saya dan saya menyadari itu. Maka saatnya bagi diri saya untuk berkembang maju ke depan dengan mengubah dan menambah habits atau kebiasaan-kebiasaan yang saya lakukan selama ini.

Tidaklah sulit sebenarnya untuk bergerak maju dan lebih terbuka pikiran apabila kita memperoleh kritik yang membangun dan berupaya sekuat tenaga merefleksikan pada diri kita. Tetapi memang sulit pada awalnya untuk memulai hal tersebut, begitu sulitnya hingga terkadang kita sendiri tidak tahu seharusnya bersikap bagaimana dalam menerima sebuah kritikan. Kritik merupakan salah satu jembatan yang menghubungkan kita dengan masa depan. Membuat diri menjadi lebih peka dengan dunia luar dan mengurangi kesombongan diri. 

Tinggal kita buka telinga lebar-lebar dan lebih sensitif dengan keadaan yang ada di sekeliling. Sudah baik kah kita terhadap orang lain? Sudah cukup bijaksanakah kita dalam menyikapi suatu masalah? Sudah bermanfaatkah kita untuk lingkungan kita? Kritik merupakan salah satu media yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Lebih sensitif dan tidak membiarkan telinga kita tertutup merupakan salah satu kunci sukses

Kritikan itu begitu berharga bagi saya karena menunjukkan begitu pedulinya orang untuk kemajuan dan perbaikan perilaku saya. Itulah yang terjadi, saya begitu bahagia ketika membaca suatu kritik dari seorang teman lewat email. Begitu banyak orang yang menyayangi saya. Mungkin saya yang kurang dewasa dulu dalam menjalani hidup sehingga begitu bayak kealpaan yang sudah saya lakukan selama ini.  Cara membalas kritik ya dengan mengubah diri menjadi lebih baik. Bukankah ini malah menambah kemajuan diri kita untuk kehidupan selanjutnya? Yuk kita saling mengingatkan dalam kebaikan :D

Selamat berbuat baik teman-teman
dan Semoga menjadi pribadi yang lebih baik lagi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

MIMPI : bijaksanalah


Suatu ketika saat kita terbangun di suatu pagi, ada yang tertinggal dalam tidur kita, ya itu adalah mimpi. Mimpi yang membuai kita dalam tidur yang terkadang malah menginspirasi kehidupan kita. Itulah pengaruh mimpi yang begitu kuat bagi diri kita. Dengan adanya mimpi maka kegiatan tidur kita pun terasa seperti hanya sekejap saja. Dengan adanya mimpi, otak kita tidak ikut tertidur dan terus mengasah agar nanti ketika kita terbangun maka sudah siap untuk digunakan.

Mimpi juga mengilhami tiap orang untuk berbuat kebodohan, melakukan sebuah manuver hebat dalam hidupnya atau malah melakukan lompatan indah dalam hidupnya. Mimpi sebagai cita-cita, rasanya sudah jarang kita mendengar pertanyaan “apa cita-citamu?” di usia yang menginjak dewasa ini. Karena bukan orang lain yang menanyakan itu melainkan kita sendiri. Kita meraba-raba apa yang seharusnya dilakukan di masa depan, kita menyatukan berbagai potongan puzzle yang kita buat sendiri. Ada tanggung jawab yang lebih besar, ada keinginan tak terucap yang terkadang membebani pikiran kita. Oleh karena itu kita menetapkan tujuan, kita bermimpi setinggi langit dan kita membuat tangga untuk mencapai langit itu, entah seberapa tinggi langit masih ada yang diusahakan.

Salahkah bila kita menjadi seorang pemimpi? Tentu saja salah, apabila kita terus menjadi pemimpi maka kita tidak segera bangun, kita tetap tertidur dan menyaksikan mimpi itu. Maka bangunah dan wujudkan mimpi itu. Wujudkan sesuai dengan kemampuanmu, tetaplah bersyukur agar kepalamu tidak terus mendongak ke atas. Bangunlah wahai pemimpi! Jika kamu ingin menjadi guru maka asahlah kemampuanmu dalam berkomunikasi, jika kamu ingin menjadi dokter maka belajarlah dengan giat untuk diterima di fakultas kedokteran. Jika kamu ingin menjadi tentara maka berlatihlah agar kamu memiliki otak dan fisik yang sesuai. Mimpi itu begitu indah sehingga terkadang kita terbuai dengannya dan lupa untuk bangun.

Suatu waktu tentu kita pasti menemukan batu sandungan, jalan yang bercabang atau jalan buntu ketika kamu berusaha mewujudkan mimpi itu. Semua hal itu biasa ada, dan bukan sebagai penghalang melainkan sebagai pemacu larimu, suplemen vitamin bagi usahamu agar kamu berpikir ulang, agar kamu lebih giat, agar kamu lebih berusaha, agar kamu menoleh ke belakang, agar kamu mengingat, agar kamu bersyukur. Itulah yang sesuai untukmu, jangan biarkan mimpi menjadikanmu orang egois yang hanya mengenal dirimu dan mimpimu. Jangan sampai kesibukanmu itu melupakan orang-orang disekitarmu. Apa kamu bahagia? Apa orang di sekitarmu bahagia? Apa orang merasakan manfaatnya? Atau malah ketika kamu meraih mimpi itu, yang kamu peroleh hanya kebanggaan dan kepuasan? Lalu untuk apa kamu memperoleh mimpi itu, tidak ada gunanya. Karena kamu telah menjadi egois. Hanya kebanggaan dan kesenangan untuk dirimu sendiri atau untuk keluargamu saja yang kamu inginkan. Percuma, itu hanya percuma. Mana sumbangasih untuk negaramu, tanah airmu, orang-orang di sekitarmu dan untuk agamamu juga kaummu. Pikirkan kembali apa yang sebenarnya tujuan dan mimpimu itu. Egoiskah? Atau memang sepatutnya mimpi itu ada untuk perubahan. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

GADIS HUJAN #END


Untuk suatu kedewasaan..





Sudah waktunya ini dipastikan, harus ada hubungan resmi yang mengikat sebagai kejelasan. Harus ada.. harus ada...
Anton berdiri di depan kaca etalase mini market tempat ia bekerja sambilan. Bunga di tangan kanannya keliatan masih segar. Tersimpan rapi cincin dalam sakunya. Ia menunggu bis yang akan datang membawa gadis pujaannya pulang.
Seminggu setelah kejadian itu, Aira mendapat tawaran untuk masuk dalam tim desain di Australia sehingga ia akan ada di Australi selama sekitar 1 tahun. Hari ini adalah hari kepulangannya. Hari pembuktian suatu keseriusan.
Sebuah bis berhenti, seseorang turun dari bis itu. Hembusan angin menghampiri. Tidak ada rambut panjang yang bergoyang ditiup angin, tetapi helaian kain yang mengalun lembut diterpa angin. Anton berjalan mendekat, dengan senyum melebar. Airakah itu? Bukan! Siapa dia?
Seorang gadis kecil tersenyum kecil, terhiaskan kerudung yang melindungi mahkotanya. Senyum yang sama yang selama ini ia rindukan. Itu aira, tapi bukan aira yang dulu. Dia aira, Mungkin Aira yang sudah dewasa. Gadis itu berkerudung.
Anton berlari mendekat menyebrangi jalan, kalung di lehernya bergoyang-goyang. Tangannya mendekap erat sakunya, bukan hanya sakunya tetapi apa yang ada di dalam sakunya. Gadis itu melambaikan tangan menyambut laki-laki itu.
“Aira..”
“Hi Anton.”
“Sejak kapan?” Anton melihat ke arah kerudung Aira
“Hemm, sekitar seminggu setelah aku di Australi”
“Kenapa?”
“Perintah Tuhanku”, Aira menjawab singkat. Cukup singkat untuk dimengerti Anton.
“Selamanya?”
“Tentu! Sebagai bukti bahwa aku seorang wanita”, Aira tertawa
Kalung di leher Anton bergoyang perlahan lalu berhenti
Anton tertawa, tubuhnya berguncang. Ternyata mungkin memang cincin ini bukan untuknya.
“aku mencintaimu Aira”
Hening
Aira hanya menatap Anton
“Kamu masih juga mengatakannya Anton”
Anton tertawa, dia menggenggam erat kalung di lehernya. Kalung pemberian ibunya untuknya. Kalung dengan liontin salib sebagai tanda agamanya. Ya sebagai tanda agamanya
Dan kerudung Aira sebagai tanda agamanya juga
Sebuah pembuktian
“Aku mencintaimu Aira”
“Sejak aku melihatmu di sini, di bawah hujan”
“Aku menunggumu Aira, menunggu hati yang terbuka untukku”
“Aku mencintaimu Aira, hingga tangismu sudah cukup dalam melukaiku”
“Tapi...”
“aku lebih mencintai Tuhanku”
“seperti kau mencintai Tuhanmu”
Air mata meleleh dari kedua mata Aira, hembusan angin yang begitu dingin tidak lagi menusuk kulitnya. Tangisan perlahan itu menjadi sebuah isakan. Aira tertunduk dan menangis. Anton hanya melihat tangis itu, ingin ia mengusap air mata itu, tetapi bukan itu yang seharusnya terjadi.
“Maafkan aku Anton”
“Kesalahanku”
“Maafkan aku Anton”, suara Aira terbata-bata
Anton merogoh cincin di sakunya, dia melihatnya perlahan. Masih indah, cukup indah baginya. Tapi ini memang yang harus terjadi.
“Aku tidak akan memberimu ini Aira”,
“Tidak akan kuberi agar kamu tidak perlu menjawab”
“Agar akupun tidak menunggu, agar akupun berhenti mengejarmu”
“Karena memang ini tidak seharusnya terjadi”
“Kau Gadis Hujanku”
“Cinta pertamaku, berbahagialah”
Anton melempar cincin itu ke jalanan. Aira tersenyum lembut ke arah Anton, masih ada air mata yang menetes dari kedua pipinya.
“Terima kasih Anton”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

GADIS HUJAN #5


Terkadang aku melihat hujan begitu indah, tetapi terkadang keindahan itu berubah. Aku melihat hujan begitu menakutkan, airnya yang menetes tidak lagi menyejukkan tetapi menusuk dengan tajam. Hujanpun bisa berubah, kenapa aku tidak?
Perubahan, orang terkadang berusaha untuk berubah. Berubah menjadi apa? Apa perlu aku bermetamorfosa seperti ulat yang kemudian menjadi kupu-kupu? Aku melihat sekeliling, aku tidak ingin berlarut-larut dengan ini semua. Keputusan harus diambil, harus ada yang dikorbankan. Ini hakku, kehormatanku.
Aira melihat pada maket yang akan ia presentasikan sebagai rancangan rumah klien pertamanya setelah ia menjadi arsitek secara resmi 3 bulan yang lalu. Dia tersenyum kecil, matanya tidak lagi melihat pada hasil maket rancangannya tapi keluar jendela. Hari itu cerah, tidak hujan, tidak juga mendung. Aira berlari kecil ke arah jendela, membuka jendela itu dan menikmati siraman cahaya matahari yang menyengat kulit putihnya. Angin sepoi terus membelai lembut rambut panjangnya, jalinan-jalinan kecil itu terkait indah menyentuh kulit wajahnya. Senyumnya lebih cerah dari sinar matahari pagi itu.
Indah...
Seseorang berdiri di bawah melihat aira, dia tidak merasakan deguban jantung yang terus menggebu. Dia tidak menghiraukan itu, hatinya yang bergejolak, dia tidak peduli. Karena dia jatuh cinta tanpa alasan pada gadis hujan itu. Tangannya mengepal kaku, melawan kebahagiaan setelah melihat pemandangan indah itu pagi ini.



Halte malam itu sepi, Aira duduk sendiri di bangku untuk menunggu bis yang akan datang sekitar 20 menit lagi. Bintang-bintang menemaninya, hembusan angin memanjakannya. Dari arah jalan berlawanan seorang laki-laki berjalan mendekat, silauan cahaya lampu mengaburkan pandangan Aira terhadap laki-laki itu. Semakin mendekat, semakin mendekat, semakin terlihat sosok laki-laki itu. Bukan orang yang ditunggunya, ternyata bukan. Laki-laki itu berdiri di samping Aira.
“Masih 20 menit lagi”, Aira berkata pada laki-laki itu memberitahu waktu datangnya bis
Laki-laki itu diam,
“Aku Anton”, laki-laki itu memperkenalkan diri setelah keheningan
Aira tersenyum ke arah laki-laki itu
“Aira”, jawab Aira lembut
“kamu seorang dokter kan Anton?”, Aira melanjutkan
Anton terdiam lagi, bagaimana gadis hujannya mengetahui siapa dia, apakah selama ini dia juga mengagumiku seperti aku mengaguminya.
“iya, kamu tahu?”
“tentu aku tahu, kamu buka praktek di dekat rumahku”
Buyar, lamunan dan imajinasi Anton berubah. Tidak seperti itu..
“iya, aku juga bekerja disana”, Anton menunjuk sebuah minimarket kecil di seberang jalan
“oh iyakah? Seorang dokter masih memerlukan kerja sambilan?”, Aira tersenyum kecil
“untuk mempelajari kehidupan aira, terkadang satu profesi saja hanya akan membutakanmu akan hidup, jadi yang berbeda justru akan membantu”,
Aira menoleh ke arah Anton, kalimatnya barusan menusuk hatinya. Mempelajari kehidupan, berarti ia harus mencari profesi pekerjaan sambilan yang benar-benar berbeda untuk mempelajari kehidupan.
“Tapi cara untuk mempelajari kehidupan masing-masing orang berbeda Aira, kamu tidak sama denganku”, Anton berkata lagi seakan tahu akan apa yang dipikiran Aira.
“iya mungkin kamu benar”
Oh gadis hujanku, akhirnya aku melangkah maju dalam balutan kata denganmu malam ini. Bukankah aku sudah cukup bersabar menanti senyum itu untukku.
Percakapan sederhana di halte malam itu menjadi awal dari sebuah jalinan perkenalan. Perkenalan untuk pertemanan, mungkin. Ada harapan ada mimpi ada ambisi yang berbeda diantara mereka, apakah perbedaan itu akan saling terjalin dan menganyam indah?


“dia orang baik ibas, mungkin bisa menjadi sahabat”, Aira berkata riang sambil memainkan kakinya di air danau sore itu
“siapa yang tidak baik sama perempuan canti sepertimu”, ibas berkata dengan nada cemburu
Aira tertawa riang mendengar kecemburuan Ibas
“untuk apa kamu marah? Siapa aku buat kamu?”, Aira menyerang
“kamu...”, ibas tidak dapat melanjutkan perkataannya
“kamu.................”,
“kamu.........”
Ibas mengulangi kata itu lagi tanpa meneruskan kalimatnya
“aku akan menjelaskan siapa kamu buat aku setelah waktunya tepat”, ibas mengelak
Senyum cerah Aira berubah, ada mendung di kedua matanya
“dan itu kapan?”, Aira bertanya lagi
“secepatnya”
“terima kasih”, mendung itu menyebabkan hujan
Hujan di kedua mata Aira, hanya gerimis kecil yang turun perlahan ke pipinya. Tangan ibas mengepal kaku di samping tubuhnya, tidak dapat ia gerakkan untuk mengusap air mata itu. Hatinya sakit melihat hujan di kedua matanya. Setelah sekian tahun hanya pertemuan sore ini yang dapat ia berikan, bukan sebuah ikatan pernikahan. Setelah sekian tahun, mungkin hanya luka yang akan ia berikan pada gadis kecil di depannya itu. Dan usapan tangannya di pipinya hanya akan meninggalkan luka baginya.
Waktu sudah bergulir begitu cepat, sekarang bukanlah waktu untuk beranjak dewasa, tetapi waktu untuk dewasa. Segala keputusan harus diambil mulai saat ini. Harus ada keberanian untuk kehilangan, meskipun itu berarti kehilangan senyum ceria gadis kecil ini, berarti harus kehilangan saat-saat indah ini. Biarkanlah, ini saat yang memang tepat.





Untuk suatu kedewasaan..
6 bulan kemudian
AIRA GALLERY
“Hi”,
Aira menoleh “Oh Hi”,
Gadis hujan itu mendekat, ia mendekat. Ya Tuhan dia mendekat. Setelah 4 bulan lamanya tidak bertemu dengan senyum indah itu, getaran hati semakin cepat.
“Kamu sudah pulang? Bagaimana tugasmu disana? Oke kan?”
Berhenti, tolong berhenti dulu Aira jangan memberondongku dengan pertanyaan-pertanyaan itu dulu, aku masih belum bisa menjawab. Pandanganku masih ada di bayangmu, yang aku rindukan selama ini.
“hmm, baik. Dan ya aku pulang”, Anton menjawab gagap pertanyaan Aira
“Dokter yang baik”, puji Aira dengan menyenggol bahu Anton
“Yang seperti itu kamu bilang hebat Aira?”
“Ya tentu saja, tugas di pulau yang kecil meninggalkan hiruk pikuk kota demi masyarakat tentunya hebat bukan?”
Anton tertawa, kalung di lehernya bergoyang-goyang. Aira melihat kalung itu bergoyang, memperhatikan, mengamati. Sungguh bohong jika Aira tidak menyadari perasaan Anton kepadanya, tapi Aira ingin tetap seperti ini, berpura-pura tidak tahu apa-apa.  Belum saatnya dan belum waktunya untuk itu.
Anton duduk di kursi taman, ada koran yang tergeletak di meja. Dia membaca keras-kera headline berita di koran itu.
“KEKASIH RAHASIA PANGERAN TERUNGKAP”
“KELUARGA KERAJAAN MARAH BESAR”
“ORANG KETIGA PADA KEHIDUPAN PERCINTAAN PANGERAN”
“Wah sejak aku pergi tada banyak berita yang terlewat ya, disana tidak ada tv sih, tidak ada koran juga”, Anton berteriak ke arah Aira yang membuat kopi di dapur.
Aira berbalik dengan membawa nampan berisi kopi,
“Ah iya Anton, hanya berita itu aja sih”
Aira mendekat dengan membawa kopi itu ke arah Anton, ada mendung di kedua matanya
Cangkir kopi itu ia letakkan di meja, ada butiran hujan yang menetes ke dalam cangkir itu. Anton melihat ke arah Aira, hanya ada bayangan. Gelap. Tidak! Aku tidak ingin melihat tangis di matamu gadis hujanku.
Aira tersungkur di lantai, ia duduk kaku menghadap lantai seakan ada yang menarik di atas lantai itu. Terdengar isakan yang terdengar. Anton menggerakkan tangannya, mengusap kepalanya. Ada apa?
“Aku merasa kasihan dengan wanita itu”
Anton terdiam
“Dia belum menikah kenapa sudah menyebut wanita itu orang ketiga? Tidak ada yang tahu hubungan antara mereka kenapa kenapa orang berani menyebut dia sebagai kekasih rahasia?”
“aira, maksudmu...”, ucapan Anton terhenti
Aira berdiri dan berlari masuk ke dalam rumah, tanpa berkata apa-apa lagi meninggalkan Anton yang tertunduk lesu disana. Tidak ada yang ia mengerti, semua seperti kepingan puzzle. Siapa Aira? Apa hubungannya dengan berita itu?
Anton membuka halaman demi halaman koran itu. Ada potongan foto yang begitu ia kenal, yang senyumnya begitu ia rindukan. Yang bahkan bayangannya saja menyejukkan hatinya. Sakit, mungkin sakit yang sama yang dirasakan Aira saat ini. Seorang dokter yang tidak dapat menemukan obat bagi sakitnya.
Angin berhembus perlahan
Memburamkan gambar itu, menyiapkan latar yang berbeda
Sudah saatnya ini dipastikan, sudah waktunya ini dihentikan. Takdir yang ada

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS