RSS

MIMPI : bijaksanalah


Suatu ketika saat kita terbangun di suatu pagi, ada yang tertinggal dalam tidur kita, ya itu adalah mimpi. Mimpi yang membuai kita dalam tidur yang terkadang malah menginspirasi kehidupan kita. Itulah pengaruh mimpi yang begitu kuat bagi diri kita. Dengan adanya mimpi maka kegiatan tidur kita pun terasa seperti hanya sekejap saja. Dengan adanya mimpi, otak kita tidak ikut tertidur dan terus mengasah agar nanti ketika kita terbangun maka sudah siap untuk digunakan.

Mimpi juga mengilhami tiap orang untuk berbuat kebodohan, melakukan sebuah manuver hebat dalam hidupnya atau malah melakukan lompatan indah dalam hidupnya. Mimpi sebagai cita-cita, rasanya sudah jarang kita mendengar pertanyaan “apa cita-citamu?” di usia yang menginjak dewasa ini. Karena bukan orang lain yang menanyakan itu melainkan kita sendiri. Kita meraba-raba apa yang seharusnya dilakukan di masa depan, kita menyatukan berbagai potongan puzzle yang kita buat sendiri. Ada tanggung jawab yang lebih besar, ada keinginan tak terucap yang terkadang membebani pikiran kita. Oleh karena itu kita menetapkan tujuan, kita bermimpi setinggi langit dan kita membuat tangga untuk mencapai langit itu, entah seberapa tinggi langit masih ada yang diusahakan.

Salahkah bila kita menjadi seorang pemimpi? Tentu saja salah, apabila kita terus menjadi pemimpi maka kita tidak segera bangun, kita tetap tertidur dan menyaksikan mimpi itu. Maka bangunah dan wujudkan mimpi itu. Wujudkan sesuai dengan kemampuanmu, tetaplah bersyukur agar kepalamu tidak terus mendongak ke atas. Bangunlah wahai pemimpi! Jika kamu ingin menjadi guru maka asahlah kemampuanmu dalam berkomunikasi, jika kamu ingin menjadi dokter maka belajarlah dengan giat untuk diterima di fakultas kedokteran. Jika kamu ingin menjadi tentara maka berlatihlah agar kamu memiliki otak dan fisik yang sesuai. Mimpi itu begitu indah sehingga terkadang kita terbuai dengannya dan lupa untuk bangun.

Suatu waktu tentu kita pasti menemukan batu sandungan, jalan yang bercabang atau jalan buntu ketika kamu berusaha mewujudkan mimpi itu. Semua hal itu biasa ada, dan bukan sebagai penghalang melainkan sebagai pemacu larimu, suplemen vitamin bagi usahamu agar kamu berpikir ulang, agar kamu lebih giat, agar kamu lebih berusaha, agar kamu menoleh ke belakang, agar kamu mengingat, agar kamu bersyukur. Itulah yang sesuai untukmu, jangan biarkan mimpi menjadikanmu orang egois yang hanya mengenal dirimu dan mimpimu. Jangan sampai kesibukanmu itu melupakan orang-orang disekitarmu. Apa kamu bahagia? Apa orang di sekitarmu bahagia? Apa orang merasakan manfaatnya? Atau malah ketika kamu meraih mimpi itu, yang kamu peroleh hanya kebanggaan dan kepuasan? Lalu untuk apa kamu memperoleh mimpi itu, tidak ada gunanya. Karena kamu telah menjadi egois. Hanya kebanggaan dan kesenangan untuk dirimu sendiri atau untuk keluargamu saja yang kamu inginkan. Percuma, itu hanya percuma. Mana sumbangasih untuk negaramu, tanah airmu, orang-orang di sekitarmu dan untuk agamamu juga kaummu. Pikirkan kembali apa yang sebenarnya tujuan dan mimpimu itu. Egoiskah? Atau memang sepatutnya mimpi itu ada untuk perubahan. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

GADIS HUJAN #END


Untuk suatu kedewasaan..





Sudah waktunya ini dipastikan, harus ada hubungan resmi yang mengikat sebagai kejelasan. Harus ada.. harus ada...
Anton berdiri di depan kaca etalase mini market tempat ia bekerja sambilan. Bunga di tangan kanannya keliatan masih segar. Tersimpan rapi cincin dalam sakunya. Ia menunggu bis yang akan datang membawa gadis pujaannya pulang.
Seminggu setelah kejadian itu, Aira mendapat tawaran untuk masuk dalam tim desain di Australia sehingga ia akan ada di Australi selama sekitar 1 tahun. Hari ini adalah hari kepulangannya. Hari pembuktian suatu keseriusan.
Sebuah bis berhenti, seseorang turun dari bis itu. Hembusan angin menghampiri. Tidak ada rambut panjang yang bergoyang ditiup angin, tetapi helaian kain yang mengalun lembut diterpa angin. Anton berjalan mendekat, dengan senyum melebar. Airakah itu? Bukan! Siapa dia?
Seorang gadis kecil tersenyum kecil, terhiaskan kerudung yang melindungi mahkotanya. Senyum yang sama yang selama ini ia rindukan. Itu aira, tapi bukan aira yang dulu. Dia aira, Mungkin Aira yang sudah dewasa. Gadis itu berkerudung.
Anton berlari mendekat menyebrangi jalan, kalung di lehernya bergoyang-goyang. Tangannya mendekap erat sakunya, bukan hanya sakunya tetapi apa yang ada di dalam sakunya. Gadis itu melambaikan tangan menyambut laki-laki itu.
“Aira..”
“Hi Anton.”
“Sejak kapan?” Anton melihat ke arah kerudung Aira
“Hemm, sekitar seminggu setelah aku di Australi”
“Kenapa?”
“Perintah Tuhanku”, Aira menjawab singkat. Cukup singkat untuk dimengerti Anton.
“Selamanya?”
“Tentu! Sebagai bukti bahwa aku seorang wanita”, Aira tertawa
Kalung di leher Anton bergoyang perlahan lalu berhenti
Anton tertawa, tubuhnya berguncang. Ternyata mungkin memang cincin ini bukan untuknya.
“aku mencintaimu Aira”
Hening
Aira hanya menatap Anton
“Kamu masih juga mengatakannya Anton”
Anton tertawa, dia menggenggam erat kalung di lehernya. Kalung pemberian ibunya untuknya. Kalung dengan liontin salib sebagai tanda agamanya. Ya sebagai tanda agamanya
Dan kerudung Aira sebagai tanda agamanya juga
Sebuah pembuktian
“Aku mencintaimu Aira”
“Sejak aku melihatmu di sini, di bawah hujan”
“Aku menunggumu Aira, menunggu hati yang terbuka untukku”
“Aku mencintaimu Aira, hingga tangismu sudah cukup dalam melukaiku”
“Tapi...”
“aku lebih mencintai Tuhanku”
“seperti kau mencintai Tuhanmu”
Air mata meleleh dari kedua mata Aira, hembusan angin yang begitu dingin tidak lagi menusuk kulitnya. Tangisan perlahan itu menjadi sebuah isakan. Aira tertunduk dan menangis. Anton hanya melihat tangis itu, ingin ia mengusap air mata itu, tetapi bukan itu yang seharusnya terjadi.
“Maafkan aku Anton”
“Kesalahanku”
“Maafkan aku Anton”, suara Aira terbata-bata
Anton merogoh cincin di sakunya, dia melihatnya perlahan. Masih indah, cukup indah baginya. Tapi ini memang yang harus terjadi.
“Aku tidak akan memberimu ini Aira”,
“Tidak akan kuberi agar kamu tidak perlu menjawab”
“Agar akupun tidak menunggu, agar akupun berhenti mengejarmu”
“Karena memang ini tidak seharusnya terjadi”
“Kau Gadis Hujanku”
“Cinta pertamaku, berbahagialah”
Anton melempar cincin itu ke jalanan. Aira tersenyum lembut ke arah Anton, masih ada air mata yang menetes dari kedua pipinya.
“Terima kasih Anton”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

GADIS HUJAN #5


Terkadang aku melihat hujan begitu indah, tetapi terkadang keindahan itu berubah. Aku melihat hujan begitu menakutkan, airnya yang menetes tidak lagi menyejukkan tetapi menusuk dengan tajam. Hujanpun bisa berubah, kenapa aku tidak?
Perubahan, orang terkadang berusaha untuk berubah. Berubah menjadi apa? Apa perlu aku bermetamorfosa seperti ulat yang kemudian menjadi kupu-kupu? Aku melihat sekeliling, aku tidak ingin berlarut-larut dengan ini semua. Keputusan harus diambil, harus ada yang dikorbankan. Ini hakku, kehormatanku.
Aira melihat pada maket yang akan ia presentasikan sebagai rancangan rumah klien pertamanya setelah ia menjadi arsitek secara resmi 3 bulan yang lalu. Dia tersenyum kecil, matanya tidak lagi melihat pada hasil maket rancangannya tapi keluar jendela. Hari itu cerah, tidak hujan, tidak juga mendung. Aira berlari kecil ke arah jendela, membuka jendela itu dan menikmati siraman cahaya matahari yang menyengat kulit putihnya. Angin sepoi terus membelai lembut rambut panjangnya, jalinan-jalinan kecil itu terkait indah menyentuh kulit wajahnya. Senyumnya lebih cerah dari sinar matahari pagi itu.
Indah...
Seseorang berdiri di bawah melihat aira, dia tidak merasakan deguban jantung yang terus menggebu. Dia tidak menghiraukan itu, hatinya yang bergejolak, dia tidak peduli. Karena dia jatuh cinta tanpa alasan pada gadis hujan itu. Tangannya mengepal kaku, melawan kebahagiaan setelah melihat pemandangan indah itu pagi ini.



Halte malam itu sepi, Aira duduk sendiri di bangku untuk menunggu bis yang akan datang sekitar 20 menit lagi. Bintang-bintang menemaninya, hembusan angin memanjakannya. Dari arah jalan berlawanan seorang laki-laki berjalan mendekat, silauan cahaya lampu mengaburkan pandangan Aira terhadap laki-laki itu. Semakin mendekat, semakin mendekat, semakin terlihat sosok laki-laki itu. Bukan orang yang ditunggunya, ternyata bukan. Laki-laki itu berdiri di samping Aira.
“Masih 20 menit lagi”, Aira berkata pada laki-laki itu memberitahu waktu datangnya bis
Laki-laki itu diam,
“Aku Anton”, laki-laki itu memperkenalkan diri setelah keheningan
Aira tersenyum ke arah laki-laki itu
“Aira”, jawab Aira lembut
“kamu seorang dokter kan Anton?”, Aira melanjutkan
Anton terdiam lagi, bagaimana gadis hujannya mengetahui siapa dia, apakah selama ini dia juga mengagumiku seperti aku mengaguminya.
“iya, kamu tahu?”
“tentu aku tahu, kamu buka praktek di dekat rumahku”
Buyar, lamunan dan imajinasi Anton berubah. Tidak seperti itu..
“iya, aku juga bekerja disana”, Anton menunjuk sebuah minimarket kecil di seberang jalan
“oh iyakah? Seorang dokter masih memerlukan kerja sambilan?”, Aira tersenyum kecil
“untuk mempelajari kehidupan aira, terkadang satu profesi saja hanya akan membutakanmu akan hidup, jadi yang berbeda justru akan membantu”,
Aira menoleh ke arah Anton, kalimatnya barusan menusuk hatinya. Mempelajari kehidupan, berarti ia harus mencari profesi pekerjaan sambilan yang benar-benar berbeda untuk mempelajari kehidupan.
“Tapi cara untuk mempelajari kehidupan masing-masing orang berbeda Aira, kamu tidak sama denganku”, Anton berkata lagi seakan tahu akan apa yang dipikiran Aira.
“iya mungkin kamu benar”
Oh gadis hujanku, akhirnya aku melangkah maju dalam balutan kata denganmu malam ini. Bukankah aku sudah cukup bersabar menanti senyum itu untukku.
Percakapan sederhana di halte malam itu menjadi awal dari sebuah jalinan perkenalan. Perkenalan untuk pertemanan, mungkin. Ada harapan ada mimpi ada ambisi yang berbeda diantara mereka, apakah perbedaan itu akan saling terjalin dan menganyam indah?


“dia orang baik ibas, mungkin bisa menjadi sahabat”, Aira berkata riang sambil memainkan kakinya di air danau sore itu
“siapa yang tidak baik sama perempuan canti sepertimu”, ibas berkata dengan nada cemburu
Aira tertawa riang mendengar kecemburuan Ibas
“untuk apa kamu marah? Siapa aku buat kamu?”, Aira menyerang
“kamu...”, ibas tidak dapat melanjutkan perkataannya
“kamu.................”,
“kamu.........”
Ibas mengulangi kata itu lagi tanpa meneruskan kalimatnya
“aku akan menjelaskan siapa kamu buat aku setelah waktunya tepat”, ibas mengelak
Senyum cerah Aira berubah, ada mendung di kedua matanya
“dan itu kapan?”, Aira bertanya lagi
“secepatnya”
“terima kasih”, mendung itu menyebabkan hujan
Hujan di kedua mata Aira, hanya gerimis kecil yang turun perlahan ke pipinya. Tangan ibas mengepal kaku di samping tubuhnya, tidak dapat ia gerakkan untuk mengusap air mata itu. Hatinya sakit melihat hujan di kedua matanya. Setelah sekian tahun hanya pertemuan sore ini yang dapat ia berikan, bukan sebuah ikatan pernikahan. Setelah sekian tahun, mungkin hanya luka yang akan ia berikan pada gadis kecil di depannya itu. Dan usapan tangannya di pipinya hanya akan meninggalkan luka baginya.
Waktu sudah bergulir begitu cepat, sekarang bukanlah waktu untuk beranjak dewasa, tetapi waktu untuk dewasa. Segala keputusan harus diambil mulai saat ini. Harus ada keberanian untuk kehilangan, meskipun itu berarti kehilangan senyum ceria gadis kecil ini, berarti harus kehilangan saat-saat indah ini. Biarkanlah, ini saat yang memang tepat.





Untuk suatu kedewasaan..
6 bulan kemudian
AIRA GALLERY
“Hi”,
Aira menoleh “Oh Hi”,
Gadis hujan itu mendekat, ia mendekat. Ya Tuhan dia mendekat. Setelah 4 bulan lamanya tidak bertemu dengan senyum indah itu, getaran hati semakin cepat.
“Kamu sudah pulang? Bagaimana tugasmu disana? Oke kan?”
Berhenti, tolong berhenti dulu Aira jangan memberondongku dengan pertanyaan-pertanyaan itu dulu, aku masih belum bisa menjawab. Pandanganku masih ada di bayangmu, yang aku rindukan selama ini.
“hmm, baik. Dan ya aku pulang”, Anton menjawab gagap pertanyaan Aira
“Dokter yang baik”, puji Aira dengan menyenggol bahu Anton
“Yang seperti itu kamu bilang hebat Aira?”
“Ya tentu saja, tugas di pulau yang kecil meninggalkan hiruk pikuk kota demi masyarakat tentunya hebat bukan?”
Anton tertawa, kalung di lehernya bergoyang-goyang. Aira melihat kalung itu bergoyang, memperhatikan, mengamati. Sungguh bohong jika Aira tidak menyadari perasaan Anton kepadanya, tapi Aira ingin tetap seperti ini, berpura-pura tidak tahu apa-apa.  Belum saatnya dan belum waktunya untuk itu.
Anton duduk di kursi taman, ada koran yang tergeletak di meja. Dia membaca keras-kera headline berita di koran itu.
“KEKASIH RAHASIA PANGERAN TERUNGKAP”
“KELUARGA KERAJAAN MARAH BESAR”
“ORANG KETIGA PADA KEHIDUPAN PERCINTAAN PANGERAN”
“Wah sejak aku pergi tada banyak berita yang terlewat ya, disana tidak ada tv sih, tidak ada koran juga”, Anton berteriak ke arah Aira yang membuat kopi di dapur.
Aira berbalik dengan membawa nampan berisi kopi,
“Ah iya Anton, hanya berita itu aja sih”
Aira mendekat dengan membawa kopi itu ke arah Anton, ada mendung di kedua matanya
Cangkir kopi itu ia letakkan di meja, ada butiran hujan yang menetes ke dalam cangkir itu. Anton melihat ke arah Aira, hanya ada bayangan. Gelap. Tidak! Aku tidak ingin melihat tangis di matamu gadis hujanku.
Aira tersungkur di lantai, ia duduk kaku menghadap lantai seakan ada yang menarik di atas lantai itu. Terdengar isakan yang terdengar. Anton menggerakkan tangannya, mengusap kepalanya. Ada apa?
“Aku merasa kasihan dengan wanita itu”
Anton terdiam
“Dia belum menikah kenapa sudah menyebut wanita itu orang ketiga? Tidak ada yang tahu hubungan antara mereka kenapa kenapa orang berani menyebut dia sebagai kekasih rahasia?”
“aira, maksudmu...”, ucapan Anton terhenti
Aira berdiri dan berlari masuk ke dalam rumah, tanpa berkata apa-apa lagi meninggalkan Anton yang tertunduk lesu disana. Tidak ada yang ia mengerti, semua seperti kepingan puzzle. Siapa Aira? Apa hubungannya dengan berita itu?
Anton membuka halaman demi halaman koran itu. Ada potongan foto yang begitu ia kenal, yang senyumnya begitu ia rindukan. Yang bahkan bayangannya saja menyejukkan hatinya. Sakit, mungkin sakit yang sama yang dirasakan Aira saat ini. Seorang dokter yang tidak dapat menemukan obat bagi sakitnya.
Angin berhembus perlahan
Memburamkan gambar itu, menyiapkan latar yang berbeda
Sudah saatnya ini dipastikan, sudah waktunya ini dihentikan. Takdir yang ada

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

KEBIASAAN


Matahari pagi ini tidak biasa
Ada rona yang berubah, ada bentuk yang tak sempurna
Bagiku..
Bukan bagimu
Angin sore ini berbeda
Bukan tentang hembusannya
Bukan tentang arahnya
Tapi ada yang tidak seharusnya ada
Bagiku..
Bukan bagimu
Senyum itu tidak semestinya
Ada selaput yang tidak memerah
Ada rekahan yang kurang membatu
Ada yang berbeda
Ada yang tak sama
Ada yang tidak seharusnya ada
Bagiku..
Bukan bagimu

Suatu kebiasaan, terkadang suatu kebiasaan membuat kita terlena atas kebiasaan itu sendiri. Sehingga terkadang apabila ada yang kurang terasa begitu berbeda sehingga kita bertanya-tanya apa yang berbeda itu. Seorang ibu yang ditinggal merantau oleh anaknya setelah hidup bersama selama belasan tahun tentunya akan merasakan perubahan dalam jalan hidupnya, merasakan ada yang kurang, ya karena itu adalah suatu kebiasaan. Apabila kita renungkan, sekitar lebih dari 50 persen kegiatan kita didasarkan pada kebiasaan.
Setelah membaca sampai halaman akhir dari buku “Habibie dan Ainun” yang merupakan tulisan sebagi bentuk begitu sayangnya Pak Habibie terhadap istrinya bu Ainun. Dan pada lembaran-lembaran terakhir tertulis bagaimana Pak Habibie menjalani waktu tanpa Bu Ainun setelah puluhan tahun selalu bersama. Ada perbedaan? Ada yang kurang? Ada sebuah perasaan yang tidak dapat didefinisikan apa itu ketika kita kehilangan satu saja kaitan dalam rantai kehidupan kita. Ketika ada satu kaitan yang harus dipotong, maka kita harus menyeimbangkan kembali. Betapa kuatnya suatu kebiasaan membelenggu kita. Itu rindu...

Contoh lainnya adalah ketika kita semakin dewasa dan ingin terus mandiri, hingga pada suatu masa kita merasa bahwa telpon dari ayah atau ibu terlalu berlebihan. Perhatian yang diberikan orang tua secara berlebihan ketika kita di rantau  malah dirasakan menghalangi jalan kita menuju kemandirian. Dering ponsel kita serasa membelenggu, ya ini tentang perhatian yang berlebihan. Tetapi pernahkan kita bayangkan seandainya suatu malam ketika kita sudah beranjak untuk tidur, melihat layar ponsel dan begitu merindukan suara yang dulu begitu membelenggu kemandirian kita. Ketika mulai ada kebiasaan yang hilang, pada saat kita begitu menginginkan kebiasaan tersebut. Kita mengharapkan mendengar suara orang tua kita dari ponsel tersebut, tapi sudah tidak bisa lagi. Tidak ada suara itu. Satu kebiasaan menghilang...

Ada orang yang sudah masuk dalam kehidupan kita, entah itu teman, saudara, orang tua, atau orang asing yang tidak sengaja selalu hadir dalam perjalanan kita. Maka ketika kita merasakan bahwa akan ada yang hilang secara tidak sadar kita menyiapkan diri, membentengi diri, melindungi diri sendiri dari yang namanya terluka, dari suatu kesedihan yang tidak dapat kita mengerti sendiri sehingga kita sendiri tidak tahu bagaimana mengobati kesedihan tersebut. Tetapi apabila suatu “hal” atau mungkin “seseorang” itu pergi secara tiba-tiba sehingga ada kebiasaan yang hilang tanpa kita mempersiapkan diri. Apa yang harus kita perbuat sebagai manusia biasa bukan malaikat dimana kita dianugrahi perasaan? Penulis tidak menemukan jawabannya, tepatnya bukan tidak menemukannya tapi merasa jawaban itu bukanlah hal yang tepat. Jawaban itu adalah “merubah”, jawaban itu adalah “berputar”, jawaban itu adalah “nikmati”.

Merubah, merubah seluruh kebiasaan, merubah aktivitas yang memerlukan kebiasaan itu. Menghapus bersih segala hal yang ada. Buatlah jalan baru tanpa kaitan itu. Ubahlah aktivitasmu untuk menyeimbangkan kebiasaanmu setelah kehilangan suatu hal. Bukan hal yang mudah, tapi nantinya akan menjadi kebiasaan juga. Biarkan saja, “hal” yang pergi itu hilang atau jadikan saja jadi kenangan atau pelajaran sehingga kamu bisa memilih kebiasaan lain secara selektif sehingga kamu bisa menghargai hadirnya kebiasaan itu dalam aktivitasmu.

Berputar, tidak selamanya berputar dan mencari jalan lain itu berarti suatu kemunduran. Bisa saja hal ini menjadi awal bagi kemajuanmu. Setelah suatu kehilangan pasti kamu merasakan suatu penyesalan, suatu perasaan yang hilang, ada kehampaan yang sudah tidak ada isinya. Maka berputarlah melihat sekeliling, ada hal indah yang mungkin terjadi mengenai “kebiasaan” yang hilang itu yang membahagiakanmu, atau kamu menemukan kenyataan bahwa memang “kebiasaan” itu harus dan memang seharusnya “hilang”. Berputarlah untuk menyeimbangkan hatimu, untuk menjalani lagi aktivitasmu tanpa kebiasaan yang hilang itu. Berputarlah untuk maju, bukan dengan melangkah tapi dengan berlari.

Nikmati, merupakan hal terakhir yang memang harus dilakukan yaitu menikmati yang ada. Meskipun itu sulit, meskipu itu menyiksa, biarkan saja itu berjalan dan jangan lepas kendalimu atas apa yang berjalan itu. Kendalikan kebiasaan itu sehingga ketika hilang kamu memang benar-benar sudah memperkirakannya dan mengantisipasinya.

Jadilah sekuat baja, sehingga kau bisa menepis luka
Jadilah seperti anyaman, sehingga segala sendi-sendi hidupmu bisa saling terkait
Jadilah seperti kulit, yang bisa menutup luka dengan sendirinya
Biarkan kebiasaan yang hilang itu hilang, akan ada kebiasaan lain yang akan datang
Ini hanya kebiasaan.





Tulisan ini saya dedikasikan untuk seluruh wanita di dunia, terilhami oleh perjalanan hidup dan yang pernah menjadi “kebiasaan” saya. Fotografer yang mengambil gambar ini untuk saya.

Ketika waktu merubah arti kedewasaan bagi saya

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Gadis Hujan #4

Bila memang sudah tiba waktunya
hanya senyum yang mungkin kau jaga
kata manis tak lagi hanya isyarat
karena sudah menjadi nyata



"pegang sayapku bila tidak ingin aku terbang, lebarkan sayapmu jika ingin terbang bersama"

matahari yang menyengat siang itu memantulkan cahaya putih dari kacamata wanita itu. tidak lagi gadis tapi sudah berubah jadi wanita. Tentu bagiku..

Ada bayang-bayang yang menyentuhnya anggun, membuat mataku terbias untuk menatapnya lebih lama lagi.
"Ah ini tidak benar", aku terus meyakinkan hatiku
"Bukan cemburu, ini hanya prasangka", lagi-lagi aku meyakinkan diri
"Dia tidak menunggu seseorang, dia hanya melakukan rutinitas",

Wanita itu membuka kacamatanya, mata beningnya mengerjap-ngerjap manja ke arah jalanan. Ada satu keinginan, aku ingin melihat mata itu. Wanita itu berjalan menjauh.

"Dia tidak sedang menunggu"

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dewasa


“Selangkah lebih dewasa ya”

Kata-kata ini begitu langsung menusuk dalam hati. Dewasa?

 “biarkan berproses”

Menyuruh untuk dewasa tetapi bilang juga bahwa biarkan semua berproses
Berproses untuk apa? Kedewasaan, kedewasaan yang seperti apa?
Saya begitu bingung dengan kata dewasa dan berproses, apabila membiarkan berproses kenapa menyuruh untuk dewasa? Suatu pernyataan aneh yang membuat saya jadi bingung juga harus jawab bagaimana.

Hati wanita lebih dalam dibandingkan dengan samudera yang dalam dengan segala rahasianya

Sebuah kedewasaan, pada hari ulang tahun saya yang kedua puluh ini saya menulis tentang arti kedewasaan bagi wanita yang selalu disuruh untuk dewasa.

Aku selalu mendengar kata yang sama yang terkadang cenderung diaktakan berulang-ulang

Aku ingin segera dewasa bahkan lebih dewasa dibandingkan kamu sehingga kamu tidak lagi berkata “dewasalah” tetapi “ketika kamu dewasa”.

Aku ingin lebih dewasa dibandingkann kamu, sehingga aku tidak lagi merasakan perasaan yang biasa wanita rasakan yang justru malah mengganggu kamu

Aku ingin segera dewasa, sehingga tidak ada celah dimana kamu bisa menyakiti hati

Aku ingin segera dewasa
Berproses

Hahaha
Aku ingin tertawa dengan kata berproses
Kamu berkata tentang berproses tetapi kamu protes
Aku ingin tertawa
Karena aku perempuan
Yang berproses untuk dewasa,

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

GADIS HUJAN #3


Andai ada celah yang membuat aku bisa melihat dengan jelas
Andai ada kaca yang bisa tunjukkan padaku bayanganku yang sesungguhnya
Tapi itu hanya bayangan sayang
Hanyalah bayangan lalu, yang bukan dirimu sendiri
Tidakkah kau malu
Bahkan bayanganmu pun tidak kamu tahu
Tidakkah kamu takut
Perasaan itu akan membawamu dalam kesepian sayang
Kurangkah pertimbanganmu itu
Kurangkah akal sehat yang kamu gunakan
Hingga “itu” membutakan langkahmu
-
Gadis hujan itu menunggu, menunggu seseorang di tepi danau yang sepi itu. Tiap hari dia menunggu dengan hati yang sama, dengan pikiran yang sama.

                “apa dia akan datang sekarang? Apa hari ini adalah akhir”

Gadis hujan yang malang, dia selalu menunggu. Entah siapa saja yang dia tunggu, mulai dari kecil dia menunggu di bawah hujan, dan kini dia tetap menunggu. Meskipun itu orang yang berbeda. Dengan perasaan yang berbeda dan harapan yang berbeda..

Tikk. Tik. Tik.. tik..
Detik
Menit

Sudah 30 menit, dan tidak ada orang lain yang datang, itu sudah biasa. Dia  akan menunggu. Dia meraba ponsel di saku roknya. Tidak ada getaran, tidak ada pemberitahuan. Oke dia menunggu.
Sehelai kertas melayang di sampingnya, dia menoleh. Seorang laki-laki berdiri,

                “selalu menunggu”

Gadis hujan itu tersenyum pada laki-laki itu

                “kebiasaan si”

Laki-laki itu mendekat,

                “kadang, pada saat tertentu kamu harus meninggalkan”

Gadis hujan hanya tertawa menanggapinya. Dia tahu, apa maksud dari meninggalkan. Laki-laki itu sungguh baik, sangat baik.

                “akan ada banyak yang terluka”
                “akan banyak yang kecewa”
                “atau mungkin akan ada banyak yang setuju”
                “mungkin akan ada banyak yang memahami”
                “kau terlalu  indah untuk disakiti”
                “katakan itu pada negaramu”
                “pada orang-orang disekitarmu”

Gadis itu diam mendengarkan perkataan laki-laki itu, dia hanya diam melihat ke arah laki-laki itu. Ada air mata yang menggenang di matanya. Pengorbanan. Kebahagiaan.
Dia mendekat, mengambil tas ransel dari pundak laki-laki itu.

                “mungkin nanti bila aku memang harus meninggalkanmu”

Gadis hujan berbisik pada laki-laki itu

                “ibas..”, gadis itu memanggil laki-laki itu
                “yang mulia ibas”, gadis itu terus memanggil dengan lirih
                “biarkan saya menemukan kebahagiaan ini sebentar”
                “kita akan melihat takdir kita nanti”

Gadis hujan itu beranjak pergi, laki-laki itu mengikutinya dari belakang dengan senyuman lebar

                “karena aku tidak bisa meninggalkanmu aira..”, laki-laki itu mencubit lengan gadis hujan

Mereka pergi
Beriringan
Bayangan mereka semakin menjauh dari danau
Seorang pangeran yang begitu ingin bebas dan menemukan kebebasannya, menemukan kebaikannya pada aira, gadis biasa. Gadis biasa yang segalanya serba biasa. Aira, yang senyumnya memberikan warna, airmatanya adalah embun sejuk. Dan langkahnya adalah candu. Aira, yang tidak pantas untuk tersakiti, setelah banyak disakiti.

Sedangkan aku, aku hanya laki-laki yang terpasung, yang terpenjara. Yang harus mengabdi, yang tidak bisa bebas. Persetan orang bilang aku ibas! Laki-laki penerus pemerintahan negeri ini! Aku yang menjadi pangeran! Dan haruskah aku menyalahkan ayahku yang menjadi seorang raja.

Aira..
Tinggalkan aku yang gila ini
Tinggalkan aku meskipun aku memohon-mohon padamu untuk tetap disini
Tinggalkan aku
Sebelum semua milikku yang tidak pernah aku inginkan menyakitimu
Sebelum mereka yang tidak mengerti membawamu pergi
Pergi
Bukan meninggalkanku
Aira
Aku gila!!
Aku gila!
Kenapa aku? Kenapa aku?
Tetaplah menemaniku aira
                (ibas, 2010)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS