Coba sejenak kau lihat raut kelentihan dari wajah ayahmu, helai rambut yang memutih di kepalanya dan kau akan melihat betapa ayah, bapak atau papamu selalu menyayangimu dan menjagamu. Dan dibalik ketidaknyamananmu ada sebuah cinta yang selalu menjadi pelindungmu. Coba kau katakan sekali saja, ” Aku sayang sama ayah, bapak, papa. ” , kau akan melihat guratan senyum kebahagiaan dari raut bibirnya yang mungkin tidak pernah kau lihat sebelumnya. “
Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja diperantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya…..
Akan sering merasa kangen sekali dengan Mamanya. Lalu bagaimana dengan Papa ?
Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari, tapi tahukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk menelponmu ?
Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Mama-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Papa bekerja dan dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan pada Mama tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian ?
Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil.
Papa biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda.
Dan setelah Papa mengganggapmu bisa, Papa akan melepaskan roda bantu di sepedamu…
Kemudian Mama bilang : “ Jangan dulu Papa, jangan dilepas dulu roda bantunya ” , Mama takut putri manisnya terjatuh lalu terluka.
Tapi sadarkah kamu?
Bahwa Papa dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.
Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama menatapmu iba.
Tetapi Papa akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang”
Tahukah kamu, Papa melakukan itu karena Papa tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi ?
Saat kamu sakit pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata : “Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!”.
Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut.
Ketahuilah, saat itu Papa benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.
Ketika kamu sudah beranjak remaja.
Kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin keluar malam, dan Papa bersikap tegas dan mengatakan: “ Tidak boleh !”. Tahukah kamu, bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu ? Karena bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sangat – sangat luar biasa berharga.
Setelah itu kamu marah pada Papa, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu.
Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Mama.
Tahukah kamu, bahwa saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya,
Bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu, tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu?
Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Papa akan memasang wajah paling cool sedunia. Papa sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu. Sadarkah kamu, kalau hati Papa merasa cemburu?
Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya. Maka yang dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir. Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut – larut. Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Papa akan mengeras dan Papa memarahimu.
Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Papa akan segera datang ?
“Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa.”
Setelah lulus SMA, Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur.
Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata – mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti. Tapi toh Papa tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Papa
Ketika kamu menjadi gadis dewasa.
Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain.
Papa harus melepasmu di bandara.
Tahukah kamu bahwa badan Papa terasa kaku untuk memelukmu ?
Papa hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini – itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati.
Padahal Papa ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat.
Yang Papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang”.
Papa melakukan itu semua agar kamu KUAT…. kuat untuk pergi dan menjadi dewasa…
Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Papa.
Papa pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.
Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Papa tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan.
Kata-kata yang keluar dari mulut Papa adalah : “ Tidak…. Tidak bisa ! ”
Padahal dalam batin Papa, Ia sangat ingin mengatakan “ Iya sayang, nanti Papa belikan untukmu ”.
Tahukah kamu bahwa pada saat itu Papa merasa gagal membuat anaknya tersenyum?
Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana.
Papa adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
Papa akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “ Putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang ”
Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Papa untuk mengambilmu darinya.
Papa akan sangat berhati-hati memberikan izin..
Karena Papa tahu.
Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.
Dan akhirnya….
Saat Papa melihatmu duduk di panggung pelaminan bersama seseorang lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Papa pun tersenyum bahagia.
Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Papa pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis ?
Papa menangis karena papa sangat berbahagia, kemudian Papa berdoa.
Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Papa berkata : “ Ya Tuhan tugasku telah selesai dengan baik…. Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik…. Bahagiakanlah ia bersama suaminya…”
Setelah itu Papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk. Dengan rambut yang telah dan semakin memutih.
Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya.
Papa telah menyelesaikan tugasnya.
Papa, Ayah, Bapak kita… adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat. Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis…
Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. . Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa “ KAMU BISA ” dalam segala hal..
Saya mendapatkan notes ini dari seorang teman, dan mungkin ada baiknya jika aku kembali membagikannya kepada teman-teman ku yang lain.
Tulisan ini aku dedikasikan kepada teman-teman wanita ku , yang kini sudah berubah atau akan berubah menjadi wanita dewasa serta ANGGUN, dan juga untuk teman-teman pria ku yang sudah ataupun akan menjadi ayah yang HEBAT !
Yup, banyak hal yang mungkin tidak bisa dikatakan Ayah, Bapak, Papa kita… Tapi setidaknya kini kita mengerti apa yang tersembunyi dibalik hatinya.
sumber : http://livebeta.kaskus.co.id/thread/000000000000000005692407/sosok-seorang-ayah-yang-terlupakansaya-nangis-sendiri-bacanya
AYAH
6:06 PM |
Read User's Comments4
HALLO HUJAN
10:29 PM |
“hallo hujan”
“bagaimana kabarmu?”
“ini aku perempuan yang menunggumu lama”
“aku ingin bercerita banyak, sebanyak butiran-butiran air
yang membasahi kaca jendela kamarku”
“ingatkah engkau dengan lelaki yang dulu sering datang
menemuiku? Yang bahkan menantang basah saat kau turun hanya untuk bertemu
denganku?”
“bisakah kau tunjukkan dimana Ia sekarang? Apa ia tetap
menungguku di depan pintu seperti dulu? Atau aku pergi dengan sia-sia?”
“hujan, pintuku bukan lagi pintu yang sama seperti dulu, aku
sudah berpindah. Bukan karena kau terus menyapaku tetapi aku ingin menghindari
lelaki di balik pintu itu, meskipun sebenarnya sudah tidak ada dia lagi di
balik pintu”
“hai hujan, apakah kau melihat tangis di mataku atau kau
melihat senyum di bibirku? Aku bukan seperti itu. Apa kau bisa melihat aku yang
sebenarnya hai hujan?”
“biarkan hujan menghapus kenangan”
TEMAN
12:27 PM |
Malam itu aku melihat bulan purnama yang terangnya
berbayang, ada awan yang merangkulnya penuh manja.
Siang itu aku melihat mentari, dengan panas yang
menyengat, manggayut manja pada sentuhan mentari
Pagi itu aku merasakan dingin dengan hembusan kabut
yang menyegarkan kulit ini, membasahi ringkihan-ringkihan kering
Sore itu aku melihat langit dengan hiasan
tarian-tarian oranye yang indah, begitu indah hingga aku tak kuasa untuk
melihatnya
Hari itu aku mendengar tangis, dari suara angin
yang berhembus lembut, seakan tidak ingin bergerak lagi
Saat itu aku melihat kalian, berdiri di ujung
jalan, menyapaku, menggandengku, merangkulku, dan kita berjalan bersama
meskipun jalan kita berbeda.
Ya
Kita tetap bergandengan
Menuju akhir
Di arah dan jalan yang berbeda
Ketika kita belajar
berjalan, maka ada tangan yang membantumu untuk berdiri. Begitupun saat kita
belajar bersepeda maka ada tangan yang membantumu untuk seimbang di atas
sepedamu. Selalu ada tangan-tangan tulus yang terus membantu. Bayangkan ketika
kau awal berada di perantauan, jauh dari keluarga yang selalu melindungimu atau
jauh dari teman yang sudah kau kenal sejak kecil. Dunia baru, tanggung jawab
yang baru demi tujuan indah yang sudah kau tetapkan. Aku begitu mengingatnya
karena saat itu aku bertemu denganmu. Pertemuan yang memang harus terjadi dan
aku begitu mensyukurinya. Karena kau memang salah satu hal paling berharga
untukku.
Hidup kita begitu
bervariasi dengan berbagai peristiwa yang membuat kita semakin dewasa.
Masa-masa perkuliahan, ujian, tugas, cinta, senyuman, marah, liburan menjadi
bagian dalam kehidupan kita dimana kita saling menyemangati, kita saling
berbagi, kita saling bersama, kita saling menguatkan meskipun diri kita begitu
lemah, kita saling mengingatkan, kita saling memahami, kita saling mengerti dan
terkadang kita saling diam. Teman, sahabat, dan saudaraku......
Ingatkah ketika kau
kecewa, ada bayang-bayang amarah yang membuatmu ingin pergi jauh. Tanganmu
bergetar, jiwamu mengerut dan ia datang menghampirimu segera, menggenggam tanganmu
dengan tulus berharap kekecewaan itu tidak akan melukaimu. Ia menghiburmu
hingga seakan menjadi badut dalam tawamu, karena ia pun pernah kecewa
sepertimu.
Ingatkah ketika kamu
terluka, air mata membanjiri pipimu, ada isak dari bibirmu yang mengiringi
tangis. Hatimu seakan remuk, kaupun tidak tahu apakah kau kuat untuk menghadapi
luka itu. Ia datang dengan tangis yang lebih keras darimu, hatinya ikut terluka
sepertimu dan ia berusaha untuk menguatkanmu meskipun sebenarnya ia tak cukup
kuat, karena ia tahu lukamu begitu dalam dan ia tak ingin kau tersakiti.
kita saling
menyemangati, kita saling berbagi, kita saling bersama, kita saling menguatkan
meskipun diri kita begitu lemah, kita saling mengingatkan, kita saling
memahami, kita saling mengerti dan terkadang kita saling diam.
Terkadang aku
berpikir, begitu cintanya Allah kepadaku hingga Ia mengirimkan kau kepadaku.
Akan selalu kuingat, saat kita berpelukan untuk saling menyembuhkan luka. Akan
selalu kuingat saat kita tertawa menertawakan hidup. Akan selalu kuingat saat
kita menangis mencurahkan sepi. Tapi kita tidak pernah kesepian karena kita
selalu mengisi.
Aku dan kamu seakan
saling menyatu, hingga dalam kedipanpun kita bisa saling memahami. Ah indahnya,
terkadang aku tak ingin kehilangan waktu itu tetapi memori seakan semakin
membelenggu untuk melupakan. Hingga aku mengabadikannya dalam sebuah catatan.
Catatan pengamatan kita, aku yang mengamati. Aku yang ingin tahu apa yang sudah
kita lewati. Cerita ini tentunya akan berbeda nanti, entah berapa lama lagi
kita akan berubah lagi, kita tak tahu perubahan apa yang akan terjadi nanti.
Aku ingin perubahan
itu tetaplah merekatkan tangan-tangan kita yang bergandengan.
Aku rindu
Aku rindu
Aku rindu
Senyummu’
Tawamu
Tandamu
Ku rindu
Kau dan aku
J
FAMILY
12:26 PM |
Kau mengajariku untuk berbagi dalam tangis atau tawa
Kau tahu dimana aku akan berlabuh dalam sedih
Kau tahu akan seperti apa aku jika tertawa
Tidak hanya kau
Tapi selalu ada kau
IBU
Ramadhan kemarin memang begitu banyak pelajaran. Bulan yang selalu dirindukan, bulan penuh rahmat, bulan penuh barokah. Semoga kita dipertemukan lagi tahun depan, aamiin. Pada bulan itu, aku mulai merasakan hampir sebulan penuh jauh dari keluarga di kampung halaman. Memang sengaja aku sedikit menghindari kata “pulang kampung” karena ada hal yang ingin aku pelajari pada bulan itu. Aku ingin belajar jauh dan sendiri dan hasilnya?
Ramadhan kemarin memang begitu banyak pelajaran. Bulan yang selalu dirindukan, bulan penuh rahmat, bulan penuh barokah. Semoga kita dipertemukan lagi tahun depan, aamiin. Pada bulan itu, aku mulai merasakan hampir sebulan penuh jauh dari keluarga di kampung halaman. Memang sengaja aku sedikit menghindari kata “pulang kampung” karena ada hal yang ingin aku pelajari pada bulan itu. Aku ingin belajar jauh dan sendiri dan hasilnya?
Ibu, you are my everything, mungkin
memang sejak kecil aku hidup dengan keras yang justru berbeda denganmu. Watakku
yang keras kepala dan tidak bisa dibelokkan mungkin membuatmu heran kenapa
anakmu bisa menjadi seperti ini. Tapi Ibu, meskipun aku cuek dan seakan aku
bisa hidup sendiri, tiap malam aku selalu mendengarkan suaramu mengantarkan
tidur, meskipun sejak lama aku kehilangan belaianmu secara nyata tapi aku
selalu merasakannya tiap tidur. Anakmu sedang berusaha jauh dari fisikmu Ibu,
tapi janganlah kaujauh dari hatiku. Ramadhan kemarin, setiap selelsai shalat
malam, ingin aku menelpon hanya sekedar ingin mendengar suaramu ibu tapi aku tahu
itu justru akan mengganggu. Engkau sama denganku Ibu, kita sama-sama berusaha
kuat untuk terpisah nantinya. Karena kau tahu, suatu saat pasti kau harus
merelakanku pergi bersama orang lain.
Ibu, kau rindukan kedatanganku
seperti halnya kau rindukan kedatangan anak-anakmu yang lain. Air mata ini
selalu menetes setiap kali aku membayangkan betapa kesepianya dirimu di rumah. Anak-anak
yang kau besarkan dengan susah payah harus kau relakan untuk pergi
sendiri-sendiri. Kau relakan mereka berpetualang menemukan hidupnya. Betapa besar
jiwamu! Maafkan aku ibu, atas kecuekanku, atas keras kepalaku, maafkan aku
karena meninggalkanmu. Ibu, aku tak bisa menahan tangis ketika malam itu kau
menanti kedatanganku di depan pintu rumah, kau tersenyum manis dan memelukku,
mengambil tas punggungku yang berat dan menuntunku masuk ke dalam rumah. Kau cium
pipiku, keningku dan aku hanya bisa menangis. Kau heran melihatku, kenapa aku
menangis, perempuan sepertiku yang kau tahu pantang menangis di depan orang
lain. Aku menangis ibu, bukan hanya karena rasa rindu yang begitu menumpuk,
tapi juga karena begitu sayangnya aku kepadamu tapi rasa sayang itu ttak
seberapa dibandingkan pengorbananku untukku ibu.
Rumah itu lengang, sepi, seperti
inikah hari-hari yang kau lewati selama ini? Begitu berdosanya aku kepadamu
ibu. Kucium tanganmu yang berkeriput, kupeluk tubuhmu yang begitu mungil,
kubisikkan kata-kata indah di telingamu. Aku anakmu selama 20 tahun dan aku
baru melakukan ini padamu ibu pada Ramadhan ini. Bukankah bulan ini penuh
berkah? Kau belai rambutku ketika tidur, dan kau menceritakan begitu banyak
cerita seakan baru menemukan teman cerita. Aku ingin seperti ini selamanya Ibu.
Tapi hanya 1 minggu saatku di rumah, bahkan tidak ada satu minggu dan aku harus
meninggalkanmu dalam sepi lagi. Hari itu, kau antar aku ke terminal. Tidak! Kau
tidak mengantarku masuk, tapi kau bersembunyi di mobil dengan mata
berkaca-kaca. Oh ibu, ini pertama kalinya kau perlihatkan masa yang seperti
ini. 20 tahun aku hidup denganmu, baru kali ini aku melihatmu berat melepasku,
sedangkan sebelumnya kau seakan cuek dengan kepergianku berpetualang.
Maafkan aku ibu, aku tetap tidak bisa
sering mengunjungimu. Aku tidak ingin kau melihat betapa lemahnya anakmu ini. Yang
sejak kecil sudah kau ajarkan untuk jadi wanita kuat. Ketika masalah datang,
aku berdoa semga semua segera terlewati, aku belajar menjadi seperti dirimu
ibu, dan aku ingin menjadi ibu sepertimu. Kau wanita terhebat.
Maafkan anakmu yang berpetualang jauh
ini
Yang tak pulang karena cemburu
Yang tak pulang karena rindu
Alunan tilawahmu menyertaiku
Aku menyayangimu ibu
Sepenuh hatiku
Meskipun menurutmu aku perempuan
keras
Yang seakan bisa hidup tanpamu
Tapi tidak ibu
Aku begitu membutuhkanmu
Subscribe to:
Posts (Atom)