Kau mengajariku untuk berbagi dalam tangis atau tawa
Kau tahu dimana aku akan berlabuh dalam sedih
Kau tahu akan seperti apa aku jika tertawa
Tidak hanya kau
Tapi selalu ada kau
IBU
Ramadhan kemarin memang begitu banyak pelajaran. Bulan yang selalu dirindukan, bulan penuh rahmat, bulan penuh barokah. Semoga kita dipertemukan lagi tahun depan, aamiin. Pada bulan itu, aku mulai merasakan hampir sebulan penuh jauh dari keluarga di kampung halaman. Memang sengaja aku sedikit menghindari kata “pulang kampung” karena ada hal yang ingin aku pelajari pada bulan itu. Aku ingin belajar jauh dan sendiri dan hasilnya?
Ramadhan kemarin memang begitu banyak pelajaran. Bulan yang selalu dirindukan, bulan penuh rahmat, bulan penuh barokah. Semoga kita dipertemukan lagi tahun depan, aamiin. Pada bulan itu, aku mulai merasakan hampir sebulan penuh jauh dari keluarga di kampung halaman. Memang sengaja aku sedikit menghindari kata “pulang kampung” karena ada hal yang ingin aku pelajari pada bulan itu. Aku ingin belajar jauh dan sendiri dan hasilnya?
Ibu, you are my everything, mungkin
memang sejak kecil aku hidup dengan keras yang justru berbeda denganmu. Watakku
yang keras kepala dan tidak bisa dibelokkan mungkin membuatmu heran kenapa
anakmu bisa menjadi seperti ini. Tapi Ibu, meskipun aku cuek dan seakan aku
bisa hidup sendiri, tiap malam aku selalu mendengarkan suaramu mengantarkan
tidur, meskipun sejak lama aku kehilangan belaianmu secara nyata tapi aku
selalu merasakannya tiap tidur. Anakmu sedang berusaha jauh dari fisikmu Ibu,
tapi janganlah kaujauh dari hatiku. Ramadhan kemarin, setiap selelsai shalat
malam, ingin aku menelpon hanya sekedar ingin mendengar suaramu ibu tapi aku tahu
itu justru akan mengganggu. Engkau sama denganku Ibu, kita sama-sama berusaha
kuat untuk terpisah nantinya. Karena kau tahu, suatu saat pasti kau harus
merelakanku pergi bersama orang lain.
Ibu, kau rindukan kedatanganku
seperti halnya kau rindukan kedatangan anak-anakmu yang lain. Air mata ini
selalu menetes setiap kali aku membayangkan betapa kesepianya dirimu di rumah. Anak-anak
yang kau besarkan dengan susah payah harus kau relakan untuk pergi
sendiri-sendiri. Kau relakan mereka berpetualang menemukan hidupnya. Betapa besar
jiwamu! Maafkan aku ibu, atas kecuekanku, atas keras kepalaku, maafkan aku
karena meninggalkanmu. Ibu, aku tak bisa menahan tangis ketika malam itu kau
menanti kedatanganku di depan pintu rumah, kau tersenyum manis dan memelukku,
mengambil tas punggungku yang berat dan menuntunku masuk ke dalam rumah. Kau cium
pipiku, keningku dan aku hanya bisa menangis. Kau heran melihatku, kenapa aku
menangis, perempuan sepertiku yang kau tahu pantang menangis di depan orang
lain. Aku menangis ibu, bukan hanya karena rasa rindu yang begitu menumpuk,
tapi juga karena begitu sayangnya aku kepadamu tapi rasa sayang itu ttak
seberapa dibandingkan pengorbananku untukku ibu.
Rumah itu lengang, sepi, seperti
inikah hari-hari yang kau lewati selama ini? Begitu berdosanya aku kepadamu
ibu. Kucium tanganmu yang berkeriput, kupeluk tubuhmu yang begitu mungil,
kubisikkan kata-kata indah di telingamu. Aku anakmu selama 20 tahun dan aku
baru melakukan ini padamu ibu pada Ramadhan ini. Bukankah bulan ini penuh
berkah? Kau belai rambutku ketika tidur, dan kau menceritakan begitu banyak
cerita seakan baru menemukan teman cerita. Aku ingin seperti ini selamanya Ibu.
Tapi hanya 1 minggu saatku di rumah, bahkan tidak ada satu minggu dan aku harus
meninggalkanmu dalam sepi lagi. Hari itu, kau antar aku ke terminal. Tidak! Kau
tidak mengantarku masuk, tapi kau bersembunyi di mobil dengan mata
berkaca-kaca. Oh ibu, ini pertama kalinya kau perlihatkan masa yang seperti
ini. 20 tahun aku hidup denganmu, baru kali ini aku melihatmu berat melepasku,
sedangkan sebelumnya kau seakan cuek dengan kepergianku berpetualang.
Maafkan aku ibu, aku tetap tidak bisa
sering mengunjungimu. Aku tidak ingin kau melihat betapa lemahnya anakmu ini. Yang
sejak kecil sudah kau ajarkan untuk jadi wanita kuat. Ketika masalah datang,
aku berdoa semga semua segera terlewati, aku belajar menjadi seperti dirimu
ibu, dan aku ingin menjadi ibu sepertimu. Kau wanita terhebat.
Maafkan anakmu yang berpetualang jauh
ini
Yang tak pulang karena cemburu
Yang tak pulang karena rindu
Alunan tilawahmu menyertaiku
Aku menyayangimu ibu
Sepenuh hatiku
Meskipun menurutmu aku perempuan
keras
Yang seakan bisa hidup tanpamu
Tapi tidak ibu
Aku begitu membutuhkanmu
0 comments:
Post a Comment