RSS

Saya

seiring waktu yang berjalan, sungguh saya tak ingin ikut tergerus

tapi ternyata memang saya wanita biasa

katakan kau ada, sungguh aku tak ingin ikut

tapi memang saya wanita biasa

sebuah pelajaran indah

saya tidak sempurna


kembalilah
ke awal

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SHARE CERITA : Sebenarnya apakah aku orang ketiga ?

Aku pernah punya seorang teman yang begitu sabar, seorang wanita yang menurutku sangat kuat, seorang istri yang seakan tanpa cela, aku anggap dia wanita panutanku. Hidupnya penuh keceriaan, tawanya begitu renyah. Bahkan terkadang aku berpikir hidupnya indah tanpa cela, hingga suatu hari aku menyadari sesuatu, segalanya tak seindah yang aku liat, ada air mata yang tertutup senyum. Yang membuatku begitu mengaguminya, dialah Istri yang seharusnya....

Hal ini dimulai dari suatu pertemuan sore, ada sedikit wajah murung yang terlihat dari raut wajahnya, aku mengira mungkin karena setelah setahun pernikahan tapi dia tak kunjung hamil, tapi ternyata bukan itu.

Sebuah percakapan singkat membuka mataku, dialah wanita... dia ternyata perempuan biasa... tapi dia seorang muslimah terkuat yang pernah aku kenal..

“Inna, aku ini kalo orang bilang sedang menjalani long distance relationship lho, aku sekolah dimana si papi dimana”

Aku tersenyum, tumben si mbak ini cerita soal cinta2an gini. Papi ini merupakan panggilan sayangnya untuk suami tercinta. Memang mereka hidup berjauhan, tapi aku merasa kehidupan mereka mesra-mesra aja seakan menjadi top couple gitu.

“Terkadang tahu banyak itu salah, bersikap dewasa itu menyiksa, dan menjadi bijaksana itu seolah salah”

Aku melihat ke arah mbak ini, dan menatapnya, usianya masih cukup muda, riasan tipisnya mempercantik aura kecantikan dari wajahnya tapi ada mendung dalam tatapannya.

“Terkadang aku merasa menjadi wanita bodoh yang selalu diam dan seakan tidak tahu apa-apa”

“Aku memang tidak sempurna, sebenarnya apa yang harus aku perbaiki? Kalau tidak pernah ada keluhan?”

Aku hanya terdiam, dalam pikiranku mulai ada pikiran-pikiran negativ. Ada apa sebenarnya? Aku mengenal dekat dengan mbak ini, tapi baru kali ini aku melihat ada kegalauan dalam dirinya, setelah 20 tahun aku mengenalnya.

“Inna, sebenarnya apakah aku orang ketiga dalam hubungan itu? Atau dia orang ketiga dalam pernikahanku? Sedangkan aku merasa diam dan tak tahu apa-apa adalah yang terbaik?”

Semua makin jelas, aku beranikan bertanya

“Mbak, apa mas mulai ‘nakal’?”

Ada kaca yang bergoyang di matanya

“Bukan mulai, tapi dari awal aku sudah tahu”

Ah...

Bertahun-tahun si mbak ini tahu, tapi dia diam. Dia tidak menuntut kepada si mas, dia hanya diam, menjadi istri yang berbakti. Menutup keluhannya, mengubur cemburunya, ada hati yang tersayat, benar itu hatiku.

“Aku kurang apa ya Inna? Bahkan aku dikalahkan oleh anak SMA!”

“Bayangkan itu anak SMA!!!”

Ada lelehan air mata yang mulai mengalir

“Dan aku bersikap seolah-olah aku tidak tahu apa-apa, aku orang bodoh yang dibohongi, bukan karena apa, tapi aku takut masa depan papi terganggu, aku takut kehormatannya tercoreng, aku takut keluhanku, cemburuku dan amarahku hanya menjadi sandungan”

Aku terhenyak, cukup jangan menyakiti hatimu sendiri mbak aku berteriak dalam hati.

“Kamu tahu kan papi itu siapa? Dan apa jadinya jika aku bicara? Jika aku marah? Apa kata keluarga? Apa kata orang?”

Ya aku tahu, bahkan pada awalnya aku mengira si mbak ini wanita paling beruntung di dunia bisa bareng mas itu.

“Tapi aku sudah cukup bahagia Inna”

Bahagia dengan apa mbak? Bahagia dengan apa? Pengkhianatan? Dan kamu Cuma diam, seakan gak ada apa-apa? Apa kamu wanita normal mbak?

“Dia mungkin tidak mengkhianatiku Inna, mungkin aku yang menghalangi masa bahagianya, setidaknya mereka tidak berjalan sejauh itu”

Dia melihat ke arah jari tangannya, cincin manis melingkar indah

“Setidaknya, akulah istrinya dan dia mengatakan dia mencintaiku”

Si mbak itu menghapus air mata yang meleleh, dia tersenyum. Seakan kembali tegar, seakan dia tidak tahu apa-apa, dia mengubur cemburu lebih dalam dari samudra, dia memendam amarah ke inti bumi. Dia kembali bertopeng.



Percakapan sore itu membuka pikiranku, itukah istri yang seharusnya? Menjaga kehormatan suaminya? Ada ketakutan, ya aku takut menjalin suatu ikatan. Karena aku takut tidak bisa menjadi wanita yang seperti itu, yang mungkin justru akan menjerumuskanku pada rasa sakit atau mungkin ucapan perpisahan. Tidak!!! Aku tidak pernah ingin merasakan itu. Aku takut, kini aku tak hanya melihat laki-laki hanya dari gaya alimnya, gaya sok pintarnya. yang kadang itu hanya bullshit. dan kelakuannya sama aja.
Mungkin ini buka kisah satu-satunya di dunia ini, mungkin ada ribuan wanita yang berhati tegar yang memiliki iman teguh.

Aku menatap nanar cincin yang melingkar di jari manisnya, indah
Aku berdoa
“Semoga kau bahagia mbak, Allah Maha Adil,”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Suatu Hari

Pada suatu hari yang cerah dalam balutan cahaya mentari yang begitu hangat

Kita berdiri berjauhan dalam kisaran amarah

Terbatasi oleh perbedaan,  bertengkar karena emosi

Ahhhh

"Allaahu Akbar"

berhenti!!! Jangan kau nodai TAKBIR itu dengan pertumpahan darah

yang bahkan mengalir dari pembuluh darah saudara-saudaramu sendiri!!!

Tangis air mata itu hanya akan mengalir sia-sia

Ibu-ibu di jalanan meratapi kematian anak mereka

hanya karena ego, ketidak pahaman dan hati yang mengeras

Jangan menodainya, seakan kita semua sama.

karena aku dan kamu berbeda

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS