seiring waktu yang berjalan, sungguh saya tak ingin ikut tergerus
tapi ternyata memang saya wanita biasa
katakan kau ada, sungguh aku tak ingin ikut
tapi memang saya wanita biasa
sebuah pelajaran indah
saya tidak sempurna
kembalilah
ke awal
Saya
8:44 PM |
Read User's Comments0
SHARE CERITA : Sebenarnya apakah aku orang ketiga ?
11:13 AM |
Aku pernah punya seorang
teman yang begitu sabar, seorang wanita yang menurutku sangat kuat, seorang
istri yang seakan tanpa cela, aku anggap dia wanita panutanku. Hidupnya penuh
keceriaan, tawanya begitu renyah. Bahkan terkadang aku berpikir hidupnya indah
tanpa cela, hingga suatu hari aku menyadari sesuatu, segalanya tak seindah yang
aku liat, ada air mata yang tertutup senyum. Yang membuatku begitu
mengaguminya, dialah Istri yang seharusnya....
Hal ini dimulai dari
suatu pertemuan sore, ada sedikit wajah murung yang terlihat dari raut
wajahnya, aku mengira mungkin karena setelah setahun pernikahan tapi dia tak
kunjung hamil, tapi ternyata bukan itu.
Sebuah percakapan
singkat membuka mataku, dialah wanita... dia ternyata perempuan biasa... tapi
dia seorang muslimah terkuat yang pernah aku kenal..
“Inna, aku ini kalo
orang bilang sedang menjalani long
distance relationship lho, aku sekolah dimana si papi dimana”
Aku tersenyum, tumben si
mbak ini cerita soal cinta2an gini. Papi ini merupakan panggilan sayangnya
untuk suami tercinta. Memang mereka hidup berjauhan, tapi aku merasa kehidupan
mereka mesra-mesra aja seakan menjadi top couple gitu.
“Terkadang tahu banyak
itu salah, bersikap dewasa itu menyiksa, dan menjadi bijaksana itu seolah salah”
Aku melihat ke arah mbak
ini, dan menatapnya, usianya masih cukup muda, riasan tipisnya mempercantik
aura kecantikan dari wajahnya tapi ada mendung dalam tatapannya.
“Terkadang aku merasa
menjadi wanita bodoh yang selalu diam dan seakan tidak tahu apa-apa”
“Aku memang tidak
sempurna, sebenarnya apa yang harus aku perbaiki? Kalau tidak pernah ada
keluhan?”
Aku hanya terdiam, dalam
pikiranku mulai ada pikiran-pikiran negativ. Ada apa sebenarnya? Aku mengenal
dekat dengan mbak ini, tapi baru kali ini aku melihat ada kegalauan dalam
dirinya, setelah 20 tahun aku mengenalnya.
“Inna, sebenarnya apakah
aku orang ketiga dalam hubungan itu? Atau dia orang ketiga dalam pernikahanku? Sedangkan aku merasa diam dan tak tahu
apa-apa adalah yang terbaik?”
Semua makin jelas, aku
beranikan bertanya
“Mbak, apa mas mulai ‘nakal’?”
Ada kaca yang bergoyang
di matanya
“Bukan mulai, tapi dari
awal aku sudah tahu”
Ah...
Bertahun-tahun si mbak
ini tahu, tapi dia diam. Dia tidak menuntut kepada si mas, dia hanya diam,
menjadi istri yang berbakti. Menutup keluhannya, mengubur cemburunya, ada hati
yang tersayat, benar itu hatiku.
“Aku kurang apa ya Inna?
Bahkan aku dikalahkan oleh anak SMA!”
“Bayangkan itu anak
SMA!!!”
Ada lelehan air mata
yang mulai mengalir
“Dan aku bersikap
seolah-olah aku tidak tahu apa-apa, aku orang bodoh yang dibohongi, bukan
karena apa, tapi aku takut masa depan papi terganggu, aku takut kehormatannya
tercoreng, aku takut keluhanku, cemburuku dan amarahku hanya menjadi sandungan”
Aku terhenyak, cukup
jangan menyakiti hatimu sendiri mbak aku berteriak dalam hati.
“Kamu tahu kan papi itu
siapa? Dan apa jadinya jika aku bicara? Jika aku marah? Apa kata keluarga? Apa kata orang?”
Ya aku tahu, bahkan pada
awalnya aku mengira si mbak ini wanita paling beruntung di dunia bisa bareng mas itu.
“Tapi aku sudah cukup
bahagia Inna”
Bahagia dengan apa mbak?
Bahagia dengan apa? Pengkhianatan? Dan kamu Cuma diam, seakan gak ada apa-apa? Apa
kamu wanita normal mbak?
“Dia mungkin tidak
mengkhianatiku Inna, mungkin aku yang menghalangi masa bahagianya, setidaknya
mereka tidak berjalan sejauh itu”
Dia melihat ke arah jari
tangannya, cincin manis melingkar indah
“Setidaknya, akulah
istrinya dan dia mengatakan dia mencintaiku”
Si mbak itu menghapus
air mata yang meleleh, dia tersenyum. Seakan kembali tegar, seakan dia tidak
tahu apa-apa, dia mengubur cemburu lebih dalam dari samudra, dia memendam
amarah ke inti bumi. Dia kembali bertopeng.
Percakapan sore itu membuka
pikiranku, itukah istri yang seharusnya? Menjaga kehormatan suaminya? Ada ketakutan,
ya aku takut menjalin suatu ikatan. Karena aku takut tidak bisa menjadi wanita
yang seperti itu, yang mungkin justru akan menjerumuskanku pada rasa sakit atau
mungkin ucapan perpisahan. Tidak!!! Aku tidak pernah ingin merasakan itu. Aku takut, kini aku tak hanya melihat laki-laki hanya dari gaya alimnya, gaya sok pintarnya. yang kadang itu hanya bullshit. dan kelakuannya sama aja.
Mungkin ini buka kisah
satu-satunya di dunia ini, mungkin ada ribuan wanita yang berhati tegar yang
memiliki iman teguh.
Aku menatap nanar cincin
yang melingkar di jari manisnya, indah
Aku berdoa
“Semoga kau bahagia
mbak, Allah Maha Adil,”
Suatu Hari
7:29 PM |
Pada suatu hari yang cerah dalam balutan cahaya mentari yang begitu hangat
Kita berdiri berjauhan dalam kisaran amarah
Terbatasi oleh perbedaan, bertengkar karena emosi
Ahhhh
"Allaahu Akbar"
berhenti!!! Jangan kau nodai TAKBIR itu dengan pertumpahan darah
yang bahkan mengalir dari pembuluh darah saudara-saudaramu sendiri!!!
Tangis air mata itu hanya akan mengalir sia-sia
Ibu-ibu di jalanan meratapi kematian anak mereka
hanya karena ego, ketidak pahaman dan hati yang mengeras
Jangan menodainya, seakan kita semua sama.
karena aku dan kamu berbeda
Subscribe to:
Posts (Atom)