Matahari pagi ini tidak biasa
Ada rona yang berubah, ada bentuk
yang tak sempurna
Bagiku..
Bukan bagimu
Angin sore ini berbeda
Bukan tentang hembusannya
Bukan tentang arahnya
Tapi ada yang tidak seharusnya ada
Bagiku..
Bukan bagimu
Senyum itu tidak semestinya
Ada selaput yang tidak memerah
Ada rekahan yang kurang membatu
Ada yang berbeda
Ada yang tak sama
Ada yang tidak seharusnya ada
Bagiku..
Bukan bagimu
Suatu kebiasaan,
terkadang suatu kebiasaan membuat kita terlena atas kebiasaan itu sendiri. Sehingga
terkadang apabila ada yang kurang terasa begitu berbeda sehingga kita
bertanya-tanya apa yang berbeda itu. Seorang ibu yang ditinggal merantau oleh
anaknya setelah hidup bersama selama belasan tahun tentunya akan merasakan
perubahan dalam jalan hidupnya, merasakan ada yang kurang, ya karena itu adalah
suatu kebiasaan. Apabila kita renungkan, sekitar lebih dari 50 persen kegiatan
kita didasarkan pada kebiasaan.
Setelah membaca
sampai halaman akhir dari buku “Habibie dan Ainun” yang merupakan tulisan sebagi
bentuk begitu sayangnya Pak Habibie terhadap istrinya bu Ainun. Dan pada
lembaran-lembaran terakhir tertulis bagaimana Pak Habibie menjalani waktu tanpa
Bu Ainun setelah puluhan tahun selalu bersama. Ada perbedaan? Ada yang kurang? Ada
sebuah perasaan yang tidak dapat didefinisikan apa itu ketika kita kehilangan
satu saja kaitan dalam rantai kehidupan kita. Ketika ada satu kaitan yang harus
dipotong, maka kita harus menyeimbangkan kembali. Betapa kuatnya suatu
kebiasaan membelenggu kita. Itu rindu...
Contoh lainnya adalah
ketika kita semakin dewasa dan ingin terus mandiri, hingga pada suatu masa kita
merasa bahwa telpon dari ayah atau ibu terlalu berlebihan. Perhatian yang
diberikan orang tua secara berlebihan ketika kita di rantau malah dirasakan menghalangi jalan kita menuju
kemandirian. Dering ponsel kita serasa membelenggu, ya ini tentang perhatian
yang berlebihan. Tetapi pernahkan kita bayangkan seandainya suatu malam ketika
kita sudah beranjak untuk tidur, melihat layar ponsel dan begitu merindukan
suara yang dulu begitu membelenggu kemandirian kita. Ketika mulai ada kebiasaan
yang hilang, pada saat kita begitu menginginkan kebiasaan tersebut. Kita
mengharapkan mendengar suara orang tua kita dari ponsel tersebut, tapi sudah
tidak bisa lagi. Tidak ada suara itu. Satu kebiasaan menghilang...
Ada orang yang sudah
masuk dalam kehidupan kita, entah itu teman, saudara, orang tua, atau orang
asing yang tidak sengaja selalu hadir dalam perjalanan kita. Maka ketika kita
merasakan bahwa akan ada yang hilang secara tidak sadar kita menyiapkan diri,
membentengi diri, melindungi diri sendiri dari yang namanya terluka, dari suatu
kesedihan yang tidak dapat kita mengerti sendiri sehingga kita sendiri tidak
tahu bagaimana mengobati kesedihan tersebut. Tetapi apabila suatu “hal” atau
mungkin “seseorang” itu pergi secara tiba-tiba sehingga ada kebiasaan yang
hilang tanpa kita mempersiapkan diri. Apa yang harus kita perbuat sebagai
manusia biasa bukan malaikat dimana kita dianugrahi perasaan? Penulis tidak
menemukan jawabannya, tepatnya bukan tidak menemukannya tapi merasa jawaban itu
bukanlah hal yang tepat. Jawaban itu adalah “merubah”, jawaban itu adalah
“berputar”, jawaban itu adalah “nikmati”.
Merubah, merubah
seluruh kebiasaan, merubah aktivitas yang memerlukan kebiasaan itu. Menghapus
bersih segala hal yang ada. Buatlah jalan baru tanpa kaitan itu. Ubahlah
aktivitasmu untuk menyeimbangkan kebiasaanmu setelah kehilangan suatu hal.
Bukan hal yang mudah, tapi nantinya akan menjadi kebiasaan juga. Biarkan saja,
“hal” yang pergi itu hilang atau jadikan saja jadi kenangan atau pelajaran
sehingga kamu bisa memilih kebiasaan lain secara selektif sehingga kamu bisa
menghargai hadirnya kebiasaan itu dalam aktivitasmu.
Berputar, tidak
selamanya berputar dan mencari jalan lain itu berarti suatu kemunduran. Bisa
saja hal ini menjadi awal bagi kemajuanmu. Setelah suatu kehilangan pasti kamu
merasakan suatu penyesalan, suatu perasaan yang hilang, ada kehampaan yang
sudah tidak ada isinya. Maka berputarlah melihat sekeliling, ada hal indah yang
mungkin terjadi mengenai “kebiasaan” yang hilang itu yang membahagiakanmu, atau
kamu menemukan kenyataan bahwa memang “kebiasaan” itu harus dan memang
seharusnya “hilang”. Berputarlah untuk menyeimbangkan hatimu, untuk menjalani
lagi aktivitasmu tanpa kebiasaan yang hilang itu. Berputarlah untuk maju, bukan
dengan melangkah tapi dengan berlari.
Nikmati, merupakan
hal terakhir yang memang harus dilakukan yaitu menikmati yang ada. Meskipun itu
sulit, meskipu itu menyiksa, biarkan saja itu berjalan dan jangan lepas
kendalimu atas apa yang berjalan itu. Kendalikan kebiasaan itu sehingga ketika
hilang kamu memang benar-benar sudah memperkirakannya dan mengantisipasinya.
Jadilah sekuat baja,
sehingga kau bisa menepis luka
Jadilah seperti
anyaman, sehingga segala sendi-sendi hidupmu bisa saling terkait
Jadilah seperti
kulit, yang bisa menutup luka dengan sendirinya
Biarkan kebiasaan
yang hilang itu hilang, akan ada kebiasaan lain yang akan datang
Ini hanya kebiasaan.
Tulisan ini saya dedikasikan untuk seluruh wanita di dunia, terilhami oleh perjalanan hidup dan yang pernah menjadi “kebiasaan” saya. Fotografer yang mengambil gambar ini untuk saya.
Ketika waktu merubah arti kedewasaan bagi saya
2 comments:
nangis,ngakak,merenung,merasa brsalah,merasa paling sial,merasa hidup tak adil...namun memang semua i2 harus dijalani,,,ju2R,,kata2mu dalam tulisan blog ini bagus na',, ^^
"ketika qt mengerti, mengapa sesuatu yang tak menyenangkan terjadi pada qt, mungkin qt akan menyalahkan,,entah diri sendiri atau orang lain,,namun,ketika qt dapat mengambil hikmahnya..itulah saat yang terindah ^^,
,,,suatu saat, qm kan tau, kenapa q bertanya padamu, bagaimana caranya supaya tegar sepertimu.."
Biarkan "angin" menghembuskan dirimu ke mana pun yang ia mau, ke mana pun itu,semoga tetap dalam tuntunanmu ya Robbi....
terima kasih sang bayu ^^
instropeksi dan terus maju ke depan jawabannya
Post a Comment